13 Tahun OJK, Industri Perbankan Tetap Resilien di Tengah Gejolak Global

ANTARA FOTO/Khalis Surry/wpa.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dian Ediana Rae menyampaikan sambutan dalam acara Pertemuan Tahunan Perbankan Syariah 2024 di Banda Aceh, Aceh, Jumat (25/10/2024). Pertemuan tahunan yang digelar OJK tersebut mengangkat tema "Akselerasi Pengembangan Perbankan Syariah Membangun Negeri" untuk meningkatkan koordinasi dan kolaborasi antar industri perbankan syariah, regulator dan unsur terkait lainnya dalam rangka pengembangan ekonomi keuangan syariah baik di nasional maupun in
16/12/2024, 11.47 WIB

Memasuki usianya yang ke-13, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berhasil menjaga pertumbuhan industri perbankan tetap solid dengan profil risiko yang terjaga di tengah ketidakpastian perekonomian global. Hal ini tercermin dari kinerja intermediasi perbankan yang tumbuh positif hingga akhir 2024.

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae mengatakan kinerja intermediasi perbankan tumbuh positif dengan profil risiko yang terjaga. Pada Oktober 2024, pertumbuhan kredit masih melanjutkan double digit growth sebesar 10,92 persen yoy (September 2024: 10,85 persen) menjadi Rp7.656,90 triliun.

Berdasarkan jenis penggunaan, Kredit Investasi tumbuh tertinggi yaitu sebesar 13,63 persen, diikuti oleh Kredit Konsumsi 11,01 persen, sedangkan Kredit Modal Kerja 9,25 persen. 

Ditinjau dari kepemilikan bank, bank BUMN menjadi pendorong utama pertumbuhan kredit yaitu sebesar 12,64 persen yoy. Berdasarkan kategori debitur, kredit korporasi tumbuh sebesar 16,08 persen, sementara kredit UMKM juga tetap tumbuh sebesar 4,76 persen.

Di sisi lain, Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan tercatat tumbuh sebesar 6,74 persen yoy (September 2024: 7,04 persen yoy) menjadi Rp8.751,16 triliun, dengan giro, tabungan, dan deposito masing-masing tumbuh sebesar 6,72 persen, 7,43 persen, dan 6,18 persen yoy.

Likuiditas industri perbankan pada Oktober 2024 tetap memadai, dengan rasio Alat Likuid/Non-Core Deposit (AL/NCD) dan Alat Likuid/Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) masing-masing sebesar 113,64 persen (September 2024: 112,66 persen) dan 25,58 persen (September 2024: 25,40 persen) dan masih di atas threshold masing-masing sebesar 50 persen dan 10 persen. 

Adapun Liquidity Coverage Ratio (LCR) berada di level 222,70 persen dan Net Stable Funding Ratio (NSFR) di level 129,50 persen, mengindikasikan ketahanan likuditas jangka pendek dan pendanaan jangka panjang industri perbankan ke depan yang solid.

Sementara itu, kualitas kredit tetap terjaga dengan rasio NPL gross sebesar 2,20 persen (September 2024: 2,21 persen) dan NPL net sebesar 0,77 persen (September 2024: 0,78 persen). 

Loan at Risk (LaR) juga menunjukkan tren penurunan menjadi sebesar 9,94 persen (September 2024: 10,11 persen). Rasio LaR tersebut juga mendekati level sebelum pandemi yaitu sebesar 9,93 persen pada Desember 2019.

Secara umum, tingkat profitabilitas bank (ROA) sebesar 2,73 persen (September 2024: 2,73 persen), menunjukkan kinerja industri perbankan tetap resilien dan stabil.

Ketahanan perbankan juga tetap kuat tecermin dari permodalan (CAR) yang berada di level tinggi dan meningkat yaitu sebesar 27,07 persen (September 2024: 26,84 persen) dan menjadi bantalan mitigasi risiko yang kuat di tengah kondisi ketidakpastian global.

Di sisi lain, porsi produk kredit buy now pay later (BNPL) perbankan sebesar 0,28 persen, namun terus mencatatkan pertumbuhan yang tinggi. Per Oktober 2024 baki debet kredit BNPL tumbuh 47,92 persen yoy (September 2024: 46,42 persen) menjadi Rp21,25 triliun, dengan total jumlah rekening 23,27 juta (September 2024: 19,82 juta). 

Direktur Segara Research Institute Piter Abdullah mengatakan seluruh indikator seperti permodalan, likuiditas, dan juga laba perbankan dalam negeri menunjukkan bahwa industri dalam kondisi yang solid dan sehat.

“Hal ini menunjukkan adanya peran yang berhasil dijalankan oleh pembuat kebijakan dan juga otoritas sebagai pengawas. Dengan indikator yang sudah biasa digunakan ini, kalau stabil dan sehat berarti otoritasnya (OJK) bekerja sesuai dengan apa yang ditugaskan,” ujar Piter, kepada Katadata.co.id, Jumat (13/12).

Di sisi lain, rasio kecukupan modal atau CAR perbankan dalam negeri masih tinggi. Hal ini masih mencerminkan kalau perbankan belum dapat optimal menjalankan perannya sebagai lembaga intermediasi.

“Kalau mau optimal, sebagai lembaga intermediasi artinya pertumbuhan kreditnya mencukupi, untuk bisa membantu tumbuh kembangnya investasi dan pertumbuhan ekonomi,” ujarnya.

Namun begitu, rasio kecukupan modal perbankan sudah turun artinya ini menjadi hal yang baik dan masih di atas batas minimum. Begitu pula dengan pertumbuhan kredit UMKM. Kendati ekonomi tengah lesu, namun kredit UMKM masih mampu tumbuh dengan baik.

“Perbankan itu sifatnya  mengikuti alur. Dia mengikuti kondisi ekonomi tidak menciptakan. Kalau ekonomi ikut lesu, dia ikut lesu karena sifatnya dia berhati-hati ia ga boleh mengambil risiko,” ungkapnya.

Untuk itu, kata Piter, sejauh ini pemerintah sebagai pembuat kebijakan maupun otoritas yakni OJK sudah menjalankan koridornya untuk melawan siklus ekonomi yang melambat seperti mengeluarkan insentif-insentif sampai pelonggaran seperti restrukturisasi kredit saat pandemi.

“Jadi indikator yang ada saat ini merupakan hasil cerminan dari kinerja otoritas sebagai pengawas dan pembuat kebijakan,” ujarnya.