PT Chandra Asri Petrochemcial Tbk. (TPIA) telah menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPS LB). Salah satu hasil keputusan rapat tersebut adalah penambahan anggota direksi dan dewan komisaris.
Setidaknya sebanyak tujuh orang menjadi direksi baru Chandra Asri yang terdiri dari, lima warga negara Thailand dan dua warga negara Indonesia. Ketujuh orang yang dimaksud adalah Pholavit Thiebpattama, Petch Niyomsen, Nattapong Tumsaroj, Suwit Wiwattanawanich, Phuping Taweesarp, Boedijono Hadipoespito, dan Edi Riva’i.
Sementara itu, anggota dewan komisaris TPIA juga bertambah sebanyak tujuh orang dengan komposisi kewarganegaraan yang sama dengan susunan direksi. Ketujuh orang tersebut adalah Sakchai Patiparnpreechavud, Kulachet Dharachandra, Wirat Uanarumit, Santi Wasanasiri, Surong Bulakul, Erry Riyana Hardjapamekas, dan Rudy Suparman.
Kini, total anggota direksi dan dewan komisaris Chandra Asri masing-masing menjadi 14 orang. "Penambahan komposisi anggota direksi dan dewan komisaris ini dirasa perlu dilakukan seiring dengan pertumbuhan bisnis perusahaan guna kegiatan operasional yang semakini tinggi dan kompleks," kata Direktur TPIA Suryandi kepada KataData, Senin (8/11/2021).
Seperti diketahui, TPIA mendapatkan investor baru dalam usahanya untuk membangun kompleks petrokimia kedua, yakni Thai Oil Public Company Limited melalui PT TOP Investment Indonesia. TPIA mendapatkan dana segar sekitar Rp 15,48 triliun melalui skema hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD) atau right issue.
Setelah right issue, posisi ekuitas Chandra Asri hampir mencapai US$ 3 miliar dengan total likuiditas senilai US$ 2 miliar. Adapun, dana segar tersebut akan digunakan untuk membangun kompleks pabrik TPIA yang kedua pada 2022. Pabrik itu akan dirancang untk memproduksi ethylene, propylene, polyethylene, polypropylene, butadiene, benzene, toluene, dan mixed xylene.
Pengoperasian pabrik itu ditargetkan dapat menekan impor petrokimia lantaran seluruh produk olefin dan aromatik di dalam negeri. Sejauh ini, sekitar 50% kebutuhan bahan baku maupun produk jadi petrokimia masih mengandalkan impor.
Seperti diketahui, olefin merupakan bahan baku bagi industri plastik dan turunannya, sedangkan aromatik merupakan bahan baku bagi banyak industri, seperti tekstil, makanan, farmasi, dan lainnya.
Berdasarkan laporan keuangan, pendapatan TPIA sepanjang Januari-September 2021 naik 48,34% menjadi US$ 1,88 miliar dari periode yang sama tahun lalu senilai US$ 1,26 miliar. Penjualan lokal masih memiliki kontribusi terbesar ke pendapatan TPIA atau sebanyak 77,93%.
Penjualan produk TPIA di dalam negeri tumbuh 61,27% menjadi US$ 1,46 miliar dari realisasi Januari-September 2020 sebanyak US$ 909 juta. Penjualan dengan nilai terbesar adalah produk polyolefin yang tumbuh 59,82% dari posisi US$ 672 juta hingga kuartal ketiga 2020 menjadi US$ 1,07 miliar.
Sementara itu, pertumbuhan penjualan tertinggi terjadi pada produk butadiene atau sebanyak 95% menjadi US$ 82,81 juta dari posisi US$ 42,40 juta.
Di samping itu, performa ekspor TPIA tumbuh 17,14% secara tahunan sepanjang Januari-September 2021 menjadi US$ 410,94 juta dari posisi US$ 350,26 juta. Pada tahun ini, TPIA mulai mengekspor Methyl Tert-butyl Ether (MTBE) dan Butene-1 dan telah mendapatkan hasil US$ 36,94 juta.
Adapun, beban pokok pendapatan TPIA tercatat turun tumbuh 29,01% secara tahunan hingga kuartal ketiga 2021 menjadi US$ 1,57 miliar dari periode yang sama tahun lalu sebanyak US$ 1,22 miliar. Walakin, laba kotor perseroan melesat lebih dari enam kali lipat menjadi US$ 306, 79 juta.
TPIA merupakan industri petrokimia yang menjadi memproduksi bahan baku bagi industri lainnya di dalam negeri. Sejauh ini, produk utama TPIA adalah bahan baku bagi industri plastik, seperti monomer, polyethylene, dan polypropylene.