Segera Dicaplok XL Axiata, Omzet Link Net Tumbuh 11,6% Jadi Rp 2,1 T

ANTARA FOTO/Audy Alwi
Presiden Direktur & CEO PT Link Net Tbk Marlo Budiman (kedua kiri) didampingi Content & eSports Director Ferliana Suminto (kiri), berbincang dengan Ketua Yayasan Benih Baik Indonesia Andy F. Noya
Penulis: Andi M. Arief
Editor: Lavinda
29/11/2021, 17.58 WIB

Emiten penyelenggara jaringan dan akses internet, PT Link Net Tbk mencatatkan pertumbuhan pendapatan 11,65% menjadi Rp 2,1 triliun sampai kuartal III 2021, dari raihan omzet perusahaan periode yang sama tahun lalu Rp 1,9 triliun. 

Berdasarkan laporan keuangan yang diterbitkan perusahaan Senin (29/11), pertumbuhan kinerja didorong kenaikan pendapatan televisi kabel hingga 35,65% menjadi Rp 1 triliun. Namun, pendapatan bisnis internet dan jaringan susut 5,68% menjadi Rp 1 triliun. Lini bisnis ini berkontribusi sekitar 50% terhadap total pendapatan perseroan.

Alhasil, laba bersih perseroan hanya dapat tumbuh 4,38% pada sembilan bulan pertama tahun ini menjadi Rp 476 miliar dibandingkan keuntungan bersih periode yang sama tahun lalu. Dengan demikian, laba per saham tumbuh 4,26% menjadi Rp 171 per saham.

Pada saat yang sama, liabilitas emiten teknologi berkode LINK ini naik lebih 33,96% dari realisasi 2020 senilai Rp 3,1 triliun menjadi Rp4,2 triliun pada akhir September 2021. Pertumbuhan liabilitas itu disebabkan oleh pencairan fasilitas kredit perseroan di PT Bank CIMB Niaga Tbk dan PT Bank Mandiri Tbk.

"Fasilitas digunakan untuk keperluan belanja modal dan pembiayaan kegiatan usaha perseroan secara umum. Fasilitas dapat membantu kinerja keuangan perseroan pada tahun berjalan," tulis Sekretaris Perusahaan LINK Johannes dalam keterbukaan informasi pada laman resmi Bursa Efek Indonesia (BEI), Senin (29/11).

Hingga 30 September 2021, LINK telah mencairkan fasilitas kredit senilai Rp 2,7 triliun dengan rincian Rp 1,5 triliun dari Bank CIMB Niaga dan Rp 1,2 triliun dari Bank Mandiri. Dengan demikian, perseroan telah menggunakan seluruh fasilitas kredit dari Bank CIMB Niaga dan menyisakan fasilitas senilai Rp 300 miliar di Bank Mandiri.

Adapun, ekuitas perseroan naik 4,21% menjadi Rp 4,8 triliun dari capaian akhir 2020 senilai Rp 4,6 triliun. Pertumbuhan itu disebabkan oleh naiknya saldo laba ditahan senilai Rp194 miliar menjadi Rp3,5 triliun.

Berdasarkan data Stockbit, harga saham LINK telah tumbuh 84,64% selama tahun berjalan menjadi Rp 4.450 per saham. Harga sama emiten ini telah naik 14,39% selama sebulan terakhir. Kapitalisasi pasar LINK saat ini tercatat Rp 12,74 triliun.

Saat penawaran umum perdana (IPO), rasio harga saham terhadap harga saham terhadap laba atau price to earning (PE) LINK mencapai 30,33 kali pada 1 Mei 2015 . Angka itu turun ke level 12,06 kali pada 8 Maret 2019 sebelum akhirnya menyentuh titik terendahnya pada 22 September 2020 di titik 6,54 kali. Saat ini, rasio PE LINK ada di posisi 13,31 kali.

Seperti dikabarkan sebelumnya, PT XL Axiata Tbk (EXCL) akan mengambil alih 1,82 miliar lembar saham PT Link Net Tbk yang dimiliki Asia Link Dewa Pte Ltd dan PT First Media Tbk (KBLV) sebagai perusahaan afiliasi Grup Lippo. Kesepakatan tersebut ditandai dengan penandatanganan term sheet yang belum mengikat pada Jumat (30/7).

Sekitar 66,03% saham Link Net akan ditransaksikan melalui perjanjian jual beli (PJB). Apabila PJB telah ditandatangani, maka XL Axiata akan menjadi pengendali baru Link Net.

Sebagai induk usaha LINK, CEO PT Lippo Karawaci Tbk John Riady mengatakan hal yang terpenting dalam rencana penjualan tersebut adalah terkait kesepakatan harga. Pernyataan ini menyiratkan bahwa negosiasi belum menemui kesepakatan terkait harga transaksi penjualan antara PT First Media Tbk (KLBV) dan Asia Link Dewa Pte Ltd selaku pemilik saham Link Net dengan pihak XL Axiata.

John mengakui jika harganya sesuai dengan keinginan Lippo, saham Link Net bisa saja dilepas. Pasalnya, Lippo menerapkan strategi pemindahan investasi dari satu perusahaan ke perusahaan lainnya. Lippo akan keluar dari industri yang tidak futuristik untuk menginvestasikan kembali pada industri yang lebih futuristik.

Reporter: Andi M. Arief