PT Krakatau Steel Tbk (KRAS) membukukan laba Rp 1,06 triliun sampai November 2021, jauh lebih tinggi dari realisasi 2020. Perbaikan performa ini disebut merupakan usaha perseroan dalam mengembalikan kepercayaan kreditur dan pemangku kepentingan industri baja nasional.
Emiten industri baja berkode KRAS ini mencatat pencapaian laba hingga November 2021 senilai Rp 1,06 triliun atau sekitar US$ 73,93 juta (asumsi kurs Rp 14.337/US$). Berdasarkan laporan keuangan KRAS, laba bersih hingga akhir 2020 mencapai US$ 53,93 juta.
"Kami juga yakin di tahun 2021 ini pun kami akan kembali mencatatkan laba, bahkan meningkat dari laba tahun buku 2020,” kata Direktur Keuangan Kratakau Steel Tardi dalam keterangan resmi, Rabu (15/12).
Adapun, pendorong capaian laba selama 11 bulan 2021 adalah pertumbuhan pendapatan sebesar 66,8% secara tahunan menjadi Rp 30 triliun dari sekitar Rp 17,98 triliun. Sementara itu, pendapatan sebelum bunga, pajak, penyusutan, dan amortisasi (EBITDA) naik 105% menjadi Rp 2,2 triliun.
Hingga September 2022, nilai kas dan setara kas KRAS mencapai US$ 95,49 juta atau turun 15,36% dari realisasi akhir 2020 senilai US$ 112,82 juta. Adapun, perseroan harus memenuhi kewajiban senilai US$ 200 juta atau Rp 2,86 triliun dengan asumsi kurs Rp 14.337 per dolar yang jatuh tempo pada Desember 2021.
Melihat kondisi kas dan setara kas per September 2021, KRAS masih membutuhkan dana hingga US$ 104,51 juta untuk memenuhi kewajiban itu. Kewajiban yang jatuh tempo pada akhir 2021 ini akan dibagikan pada tiga bank milik pemerintah, yakni PT Bank Mandiri (Persero) Tbk, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk, dan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk.
"Dengan dukungan dari Kementerian BUMN, Krakatau Steel saat ini, tengah menyiapkan langkah-langkah agar kami dapat membayar kewajiban tersebut tepat waktu,” ucap Tardi.
Salah satu strategi yang diterapkan adalah penjualan saham anak usaha, subholding Krakatau Sarana Infrastruktur (KSI), kepada mitra strategis sebanyak 40%. Proses divestasi ditargetkan rampung pada Desember 2021.
Saat ini, dua mitra strategis yakni, Indonesia Investment Authority (INA) dan PT Perusahaan Pengelola Aset (Persero), telah mengajukan penawaran terkait menjadi mitra strategis itu.
Dana segar dari divestasi KSI ditaksir dapat mencapai triliunan rupiah. Adapun, sebagian besar akan digunakan untuk membayar kembali utang perseroan, sedangkan selebihnya akan untuk mengembangkan usaha KSI.
“Kami berkomitmen akan melakukan pembayaran kewajiban tersebut," kata Tardi.
Menteri BUMN Erick Thohir mengatakan proses restrukturisasi tahap ketiga menjadi krusial dewasa ini. Pasalnya, lanjut Erick, Krakatau Steel berpotensi wanprestasi pada Desember 2021 jika tahap ketiga restrukturisasi tidak berjalan lancar. Oleh karena itu, pemerintah mengundang INA untuk berinvestasi ke dalam Krakatau Steel.
Pada 2022, Krakatau Steel akan melanjutkan proses restrukturisasi dengan menerbitkan saham baru atau right issue senilai US$ 200 juta. Aksi korporasi itu dibutuhkan sebagai salah satu sumber dana pemenuhan kewajiban perseroan senilai US$ 500 juta pada tahun depan. Dengan kata lain, Krakatau Steel akan membayarkan utang setidaknya US$ 700 juta pada 2021-2022.