Kinerja Empat Bank Kakap Selalu Solid, Ini Faktor-faktornya

ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/aww.
Petugas bank menunjukkan uang pecahan rupiah di BNI KC Mega Kuningan, Jakarta, Selasa (22/11/2022). Bank Indonesia akan mengendalikan nilai tukar rupiah agar lebih menguat ke level Rp15.070 per dolar AS pada tahun 2023, sehingga implikasi pertumbuhan ekonomi diperkirakan akan lebih rendah yakni 4,37 persen (yoy) dibanding prognosa BI pada tahun 2022 yang sebesar 5,12 persen.
Penulis: Lona Olavia
14/7/2023, 15.34 WIB

Saham-saham perbankan kelas kakap akan terus menjadi daya tarik. Apalagi di pasar modal, sektor ini merupakan salah satu yang menjadi favorit para investor.

Hal ini sama sekali tidak mengherankan karena memang emiten-emiten di sektor perbankan, seperti PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI), dan PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) memiliki valuasi yang menarik. Sehingga banyak investor yang ingin mengoleksi emiten saham emiten bank kelas kakap tersebut.

Dalam setahun ini, empat bank kakap tersebut menunjukkan kinerja saham yang cemerlang sejalan dengan laba dan dividen jumbo yang diberikan. BBCA misalnya dalam satu tahun terakhir, harga sahamnya sudah melaju 2.100 poin atau 29,9% ke Rp 9.125 per lembar, BBRI melesat 1.380 poin atau 33,9% menjadi Rp 5.450 per lembar.

Begitu juga dengan BBNI yang naik 1.650 poin atau 22,7% ke Rp 8.925 per lembar dan BMRI lompat 1.762 poin atau 48,4% menjadi Rp 5.400 per lembar.

Bahkan saham bank kakap dalam setahun ini kerap menjadi incaran investor asing. Sebut saja BBCA yang menjadi peringkat ke dua terbesar dengan nilai transaksi beli asing Rp 3,7 triliun, disusul BBRI di peringkat ke tiga dengan Rp 3,5 triliun. Lalu BBNI di peringkat ke empat dengan nilai transaksi Rp 2,4 triliun dan BMRI di peringkat ke enam dengan Rp 1,8 triliun.

Associate Director of Research Pilarmas Investindo Maximilianus Nicodemus mengatakan, ada beberapa faktor yang menjadikan kinerja perbankan Tanah Air mampu terjaga dengan baik.

Misalnya stabilitas pemulihan ekonomi, meningkatnya mobilitas masyarakat, meningkatnya aktivitas transaksi, turunnya biaya provisi, terjaganya daya beli dan konsumsi, serta pelanggan yang tersegmentasi,” katanya kepada Katadata.co.id, Jumat (14/7).

Pemulihan ekonomi nasional, menurut Nico biasa ia disapa tentu saja mendorong pertumbuhan kredit. Adapun bank-bank besar sejauh ini masih menjadi kontributor utama pertumbuhan kredit. Namun yang cukup menyenangkan adalah likuiditas perbankan di Indonesia masih terjaga dengan baik.

Sementara itu pada tahun 2023 ini, pertumbuhan laba emiten sektor perbankan akan kembali ke tingkat yang normal yakni 17% dari tahun sebelumnya. Adapun penyebab dari kondisi tersebut adalah terjadinya penurunan biaya kredit, pertumbuhan kredit yang sehat, serta ekspansi marjin bunga bersih. 

Hal itu diyakini bisa terjadi apalagi di tengah meningkatnya ancaman krisis perbankan global pasca kolapsnya sejumlah bank besar di Amerika Serikat dan Eropa, kinerja perbankan dalam negeri masih optimal. Hal ini tercermin dari fungsi intermediasi bank yang tetap bertumbuh dan berbagai indikator lain yang menunjukkan perbankan dalam kondisi sehat.

Mengutip data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), sampai dengan triwulan I 2023, penyaluran kredit bank mencapai Rp 6.446 triliun atau tumbuh 9,93% secara tahunan. Pertumbuhan penyaluran kredit ditopang oleh kredit investasi yang tumbuh 11,4% secara tahunan. Adapun kredit modal kerja dan konsumsi masing-masing tumbuh 9,5% dan 9,2% secara tahunan.

Risiko kredit juga melanjutkan tren penurunan dengan rasio kredit berperforma buruk (non performing loan/NPL) Maret 2023 sebesar 0,7%.

Pada saat yang sama, penghimpunan dana pihak ketiga juga bertumbuh. Pada triwulan pertama tahun ini, penghimpunan DPK mencapai Rp 8.005 triliun atau tumbuh 7% secara tahunan. Likuiditas perbankan pada Maret 2023 juga dalam level memadai yang tercermin dari rasio alat likuid sebesar 128,9%, lebih tinggi dari ambang batas ketentuan yang sebesar 50%. Adapun permodalan perbankan masih di level yang solid dengan rasio kecukupan modal 24,7%. 

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengatakan, industri perbankan dalam negeri sedang dalam kondisi sehat. Fungsi intermediasi pun berjalan optimal yang ditandai dengan pertumbuhan penyaluran kredit dan penghimpunan DPK. 

Sampai akhir tahun ini, lanjut Dian, pertumbuhan kredit bank diperkirakan 10%-12%. Ini sesuai dengan rencana bisnis perbankan yang disampaikan ke OJK. Adapun pertumbuhan tersebut ditopang likuiditas yang masih melimpah dan kebutuhan kredit yang masih tinggi seiring pemulihan ekonomi.