J&T Global Express, perusahaan logistik yang didirikan di Indonesia, akan mencatatkan saham perdananya di papan utama Bursa Hong Kong pada hari ini, Jumat (27/10). Manajemen perusahaan menyebut investor antusias terhadap penawaran saham perusahaan, hal ini ditunjukkan dengan adanya kelebihan permintaan (oversubscribed) dan berpotensi meraih dana hingga Rp 8,3 triliun.
Namun, pencatatan saham J&T juga dibayangi oleh masalah pelanggaran regulasi investasi di Indonesia. Perusahaan menyebut dalam prospektus IPO mengenai risiko-risiko bisnis yang dihadapi, termasuk di Indonesia.
Menurut Undang-Undang Pos Indonesia dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, Indonesia menetapkan batas investasi asing sebesar 49% pada perusahaan yang bergerak di bidang jasa kurir. Selain itu, berdasarkan Undang-Undang Pos Indonesia, perusahaan pos asing dapat membeli saham ekuitas di perusahaan jasa kurir di Indonesia, dengan ketentuan bahwa perusahaan tersebut tidak terlibat dalam operasi di luar ibukota provinsi di Indonesia.
"Secara praktis dan secara ekonomi tidak mungkin memisahkan operasi kami di antara ibu kota provinsi dari operasi di luar ibukota provinsi. Kami menjalankan bisnis kami melalui konsolidasi entitas terafiliasi, yakni perusahaan induk (holding company) Indonesia dan anak-anak perusahaannya di Indonesia," tulis manajemen J&T dalam prospektus IPO.
Perusahaan telah menandatangani serangkaian pengaturan kontrak dengan perusahaan induk di Indonesia itu, yang memungkin perusahaan melakukan pengendalian atas entitas-entitas afiliasi yang terkonsolidasi di Indonesia. Dengan perjanjian itu, perusahaan juga akan menerima secara substansial seluruh manfaat ekonomi dari entitas perusahaan afiliasi yang terkonsolidasi di Indonesia. Perusahaan juga memiliki opsi eksklusif untuk membeli seluruh atau sebagian kepentingan ekuitas dalam entitas afiliasi yang dikonsolidasikan di Indonesia, sepanjang diizinkan oleh hukum di Indonesia.
"Kami telah menunjuk Hutabarat Halim & Rekan sebagai penasihat hukum kami di Indonesia, dan mereka berpendapat bahwa pengaturan kontrak yang kami terapkan di Indonesia adalah mengikat secara hukum dan dapat dilaksanakan oleh holding company Indonesia dan pemegang saham yang terdaftar di Indonesia, serta mematuhi semua hukum dan peraturan yang berlaku di Indonesia," kata manajemen.
Ada Indikasi Pelanggaran Undang-Undang
Pengacara Frank Hutapea dalam wawancara dengan Cokro TV pada 26 Oktober 2023 menyebut bahwa terdapat indikasi pelanggaran hukum yang dilakukan oleh J&T Global Express Ltd. Perusahaan kurir yang didirikan oleh Jet Lee tersebut berpotensi melanggar UU nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal pasal 33. Dalam aturan ini, disebutkan bahwa pelaku usaha dilarang membuat perjanjian-perjanjian bisnis menggunakan nama orang lain (nominee).
"Ini harus ditanyakan ke Menteri Investasi apakah perjanjian tersebut melanggar ketentuan investasi atau tidak. Pembatasan investasi itu dilakukan agar asing tidak melebihi 49%. Kalau mereka bilang bisa menguasai 100%, ngapain dibuat undang-undangnya, batalkan saja undang-undangnya," ujar Frank.
Menurut penelusuran Katadata.co.id, nama resmi perusahaan berbasis di Kepulauan Cayman (Cayman Islands) adalah J&T Global Express, sedangkan unitnya di Indonesia adalah PT Global Jet Express.
Di dalam prospektus, terlihat secara struktur di atas PT Global Jet Express terdapat kepemilikan tidak langsung dari perusahaan induk (holding company) Winner Star Holding Ltd HK. Kemudian, di atas Winner Star terdapat Onwing Global Limited (BVI) dan di atasnya lagi ada J&T Global Express Limited yang tercatat sebagai perusahaan di Cayman Islands. Pemegang saham pengendali J&T Global Express Ltd adalah Jet Jie Li (Jet Lee) melalui Jumping Summit Ltd dengan kepemilikan 11,54%.
Mengutip prospektus IPO, manajemen J&T menyatakan jika pihak pemerintah Cina maupun pemerintah Indonesia menemukan bahwa pengaturan kontrak tersebut tidak sesuai dengan pembatasan investasi asing atau jika pemerintah menemukan bahwa anak perusahaan mereka melanggar hukum, mereka harus menghadapi sejumlah konsekuensi.
"Jika perusahaan tidak memiliki pendaftaran, izin, atau lisensi yang diperlukan untuk mengoperasikan bisnis kami dalam yurisdiksi tersebut, mereka akan memiliki keleluasaan dalam menangani pelanggaran atau kegagalan tersebut sesuai dengan hukum dan peraturan yang berlaku," kata manajemen J&T dalam prospektusnya.
Konsekuensi tersebut bisa berupa:
- pencabutan izin usaha atau izin operasi entitas tersebut;
- penghentian atau pembatasan atau persyaratan yang memberatkan pada operasi perusahaan melalui transaksi antara entitas anak dan entitas afiliasi yang dikonsolidasi;
- mengenakan denda, menyita pendapatan dari anak perusahaan atau perusahaan afiliasi yang terkonsolidasi
entitas, atau memaksakan persyaratan lain yang mungkin tidak dapat dipenuhi oleh entitas tersebut
mematuhi; - mengharuskan perusahaan untuk merestrukturisasi struktur kepemilikan atau operasinya;
- membatasi atau melarang penggunaan hasil dari setiap pembiayaan J&T di luar yang relevan dari ketentuan Indonesia untuk mendanai bisnis dan operasinya; atau
- mengambil tindakan peraturan atau penegakan hukum lainnya yang dapat membahayakan bisnis perusahaan