Emiten produsen gas, PT Surya Biru Murni Acetylene Tbk (SBMA) genjot ekspansi bisnis yang masif pada 2024.
Direktur Utama SBMA, Rini Dwiyanti mengatakan pangsa pasar Surya Biru Murni Acetylene di Kalimantan dan Indonesia Timur cukup kuat khususnya di Pulau Kalimantan. Hal itu disebabkan perusahaan hadir di berbagai golongan, mulai dari bengkel pinggir jalan hingga perusahaan sebesar Pertamina.
“Fokus kami selanjutnya adalah memperluas pangsa pasar dengan meningkatkan penjualan liquid, agar dapat terus tumbuh secara berkelanjutan,” ujar Rini dalam keterangan resminya, Kamis (11/1).
Meskipun saat ini industri perkapalan mengalami tren penurunan, perseroan optimistis permintaan atas produk perusahaan masih tetap tinggi, misalnya di Kalimantan Timur. Perusahaan memiliki prinsip, yakni selama logam masih digunakan dalam reparasi kapal, kata Rini, pasti akan ada permintaan oxygen dan acetylene untuk membantu dalam melakukan reparasi kapal.
“Pendapatan perseroan tidak tergantung pada satu sektor tertentu. Oleh karena itu, kami dapat menjaga stabilitas pendapatan tanpa terlalu terpengaruh oleh perubahan pada satu sektor saja,” ujar Rini.
Pada 2024 ini, belanja modal Surya Biru Murni Acetylene direncanakan untuk pembelian lorry tank, tabung, dan iso tank demi mendukung operasional SBMA. Alokasi dana akan disesuaikan dengan kebutuhan proyek. Adapun sumber dana berasal dari kas internal perusahaan dan kemungkinan pinjaman dari bank.
Hingga tahun 2050 mendatang, ia juga menggencarkan gas bumi yang digunakan sebagai energi transisi menuju Net Zero Emission pada tahun 2060. Apalagi pemerintah terus berupaya memaksimalkan pemanfaatan migas nasional.
Dua tahun terakhir ini, kata Rini, gas alam cair (LNG) dunia diwarnai dengan lonjakan permintaan dan kompetisi untuk mengamankan pasokan domestik masing-masing negara. Namun, hal ini diprediksi juga akan disusul dengan perlambatan permintaan pada 2024.
Gas dilihat sebagai alternatif paling baik dan mudah diakses untuk menggantikan batu bara, dan transisi dari batu bara ke gas diperkirakan akan berlanjut tahun depan. Dengan demikian, tetap ada tantangan yang harus dihadapi, yaitu regulasi emisi yang lebih ketat dan infrastruktur transportasi yang tidak memadai, termasuk Indonesia.