Investasi Serat Optik Link Net Dinilai Untungkan Emiten Menara MTEL dan TOWR
BRI Danareksa Sekuritas memprediksi investasi infrastruktur serat optik PT Link Net Tbk (LINK) dapat memberikan dampak positif bagi perusahaan menara telekomunikasi. Dua perusahaan yang diuntungkan dari langkah Link Net yakni PT Dayamitra Telekomunikasi Tbk (MTEL) yang merupakan anak usaha Grup Telkom, dan PT Sarana Menara Nusantara Tbk (TOWR) dari Grup Djarum.
Analis BRI Danareksa, Richard Jerry dan Christian Sitoru menyebut investasi serat optik dapat mendongkrak pendapatan MTEL dan TOWR. Selain itu, Fiber To The Home atau FTTH merupakan teknologi yang menggunakan kabel serat optik untuk mengirimkan data dari jaringan internet ke perangkat pengguna.
Menurut tim analis BRI Danareksa mengatakan MTEL dan TOWR dapat lebih memperkuat strategi untuk memanfaatkan dan memperluas jaringan serat optik. Dengan demikian emiten menara telekomunikasi itu bisa menghasilkan sumber pendapatan baru di samping pendapatan yang sudah ada.
“Potensi investasi pada infrastruktur Fiber To The Home (FTTH) Link Net dapat menguntungkan perusahaan menara seperti TOWR dan MTEL,” tulis tim Analis BRI Danareksa Sekuritas dalam risetnya, dikutip Rabu (25/9).
Di samping itu, hingga akhir Juni 2024, jumlah menara yang dimiliki Mitratel mencapai 38.581 unit atau naik 5,1% dibandingkan tahun lalu (yoy). Kenaikan tersebut menjadikan Mitratel sebagai pemilik menara terbanyak di Asia Tenggara.
Adapun panjang jaringan serat optik Mitratel mencapai 37.602 km atau tumbuh 37,9%. Sementara jaringan serat optik Sarana Menara pada kuartal pertama 2024 mencapai 186.571 km.
“Mitratel dan Grup Telkom juga tengah menjajaki masuk ke pasar pita lebar tetap (FTTH) untuk memanfaatkan investasi saat ini di Fiber To The Tower (FTTT),” tambahnya.
Dengan demikian BRI Danareksa merekomendasikan untuk membeli saham MTEL di target harga Rp 960 per saham. Rekomendasi ini didasarkan pada jangkauan MTEL yang unggul di luar Jawa, rasio utang bersih terhadap EBITDA yang rendah yakni 2,2 kali. Kemudian hal itu juga didukung oleh rencana perusahaan untuk mengambil alih bisnis fiber milik Indosat Ooredoo Hutchison (IOH) sebagai sumber pendapatan utama.
Dampak Positif Mitratel dari Pemangkasan Suku Bunga
Lebih jauh Analis BRI Danareka menilai MTEL juga akan mendapatkan dampak positif dari penurunan suku bunga acuan. Hal ini akan mengurangi beban bunga yang ditanggung perusahaan sehingga memberikan efek positif pada kinerja keuangan.
Analis Samuel Sekuritas Indonesia, Daniel Widjaja dan Brandon Boedhiman menyebut bahwa suku bunga yang lebih rendah membuka peluang bagi MTEL untuk mencari sumber pendanaan baru guna membiayai ekspansi. Selain itu, rasio utang MTEL tergolong rendah yang akan memberikan keunggulan tambahan. Kemudian potensi permintaan yang lebih tinggi untuk infrastruktur menara juga menjadi kekuatan utama bagi MTEL.
“Didorong oleh perluasan layanan jaringan 5G dan meningkatnya kebutuhan akan pusat data,” tulis kedua analis Samuel Sekuritas.
Sebelumnya, Samuel Sekuritas Indonesia menetapkan target harga saham MTEL sebesar Rp 800 per saham, dengan target harga konsensus mencapai Rp 824 per saham. Data dari Bursa Efek Indonesia menunjukkan saham MTEL menguat 4% dalam tiga bulan terakhir. Tak hanya itu, investor asing juga memborong saham MTEL sebanyak Rp 10,26 miliar dalam sebulan terakhir.
Menurut laporan DealStreetAsia awal September ini, Link Net dilaporkan telah menunjuk UBS sebagai penasihat keuangan. Hal itu untuk menjual aset fiber senilai US$ 400 juta atau sekitar Rp 6,2 triliun, yang diharapkan selesai pada akhir tahun ini.
Ada tiga calon pembeli untuk aset tersebut, pertama, I Squared Capital yang menargetkan investasi US$ 5 miliar di seluruh Asia-Pasifik pada periode 2025-2027. Kemudian Sinar Mas Group yang aktif mengakuisisi aset fiber untuk memperluas portofolionya dan Protelindo, yang merupakan anak usaha TOWR.