PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk (SIDO) akan melakukan ekspansi pasar ke Vietnam setelah berhasil mencapai pertumbuhan stabil di Malaysia dan Filipina. Rencana itu dicanangkan pada semester kedua 2024.
Menurut NH Korindo Sekuritas Indonesia, ekspansi ke pasar internasional akan menjadi pendorong utama pertumbuhan SIDO kedepannya. Pada paruh pertama 2024, ekspor SIDO menyumbang 8% dari total penjualan, dengan peningkatan 73% dibandingkan tahun sebelumnya. Tiga pasar ekspor utama adalah Malaysia sebesar 4%, serta Nigeria dan Filipina kurang lebih 2%.
Meskipun demikian, Analis NH Korindo Sekuritas, Ezaridho Ibnutama, menyebut pada kuartal kedua 2024 pendapatan SIDO menurun secara musiman. Pendapatan kuartal kedua 2024 turun 20% secara kuartalan menjadi Rp 843 miliar. Hal itu karena penurunan musiman di segmen herbal dan suplemen dengan penurunan 22%.
Kemudian diikuti segmen serta makanan dan minuman dengan turun 19% secara kuartalan. Akan tetapi, Ezaridho menyebut secara tahunan kinerja SIDO masih menunjukkan perbaikan.
“Meskipun kontribusinya sangat kecil yaitu 3%, hanya segmen farmasi yang menunjukkan pertumbuhan yang stabil sebesar 18% (qoq) menjadi Rp 36 miliar,” kata Ezaridho dalam risetnya, Selasa (24/9).
Tak hanya itu, Ezaridho juga menjelaskan segmen herbal dan suplemen menjadi penyumbang terbesar bagi SIDO dengan kontribusi 60% dari total penjualan. Segmen makanan dan minuman juga berkontribusi 38%.
Secara tahunan, kuartal kedua 2024 menunjukkan pemulihan yang kuat dengan pertumbuhan 12,9% dibandingkan kuartal kedua 2023 yang hanya tumbuh 2%. Pertumbuhan terbesar terjadi di segmen makanan dan minuman dengan 21,2% yoy. Kemudian, kata Ezaridho, pemulihan tersebut diikuti oleh segmen farmasi dengan 12,3% yoy, serta herbal dan suplemen dengan 8,1% yoy.
Mempertebal Margin Melalui Efisiensi Biaya
Sejalan dengan itu, margin operasi juga SIDO membaik menjadi 32% di kuartal kedua 2024 dibandingkan 26% di periode yang sama tahun sebelumnya. Hal ini menyebabkan laba usaha SIDO melonjak 38,6% yoy menjadi Rp 268 miliar, berkat penurunan biaya umum dan administrasi sebesar 15,2% yoy menjadi Rp 53 miliar, serta penurunan beban lainnya sebesar 81,5% yoy menjadi Rp 5 miliar.
Selain itu, rasio biaya terhadap pendapatan untuk segmen herbal dan suplemen turun menjadi 18% pada 2Q24. Ia juga mengatakan untuk segmen makanan dan minuman turun menjadi 23%, dibandingkan 24% pada kuartal kedua 2023..
Tak hanya itu, meski biaya bahan baku naik 27,6% yoy menjadi Rp 302,71 miliar, ia mengatakan biaya pokok penjualan (COGS) tetap stabil dengan kenaikan 3,5% yoy menjadi Rp 365 miliar.
Margin laba bersih SIDO di 2Q24 juga meningkat menjadi 26%, naik dari 20% di 2Q23. Kenaikan ini didorong oleh basis yang rendah di 2Q23, di mana laba bersih turun tajam sebesar 49,6% menjadi Rp 148 miliar.
“Laba bersih kuartal dua 2024 meningkat 47,5% yoy menjadi Rp 218 miliar,” tambahnya.
Adapun pendapatan SIDO pada paruh pertama tahun 2024 meningkat 15% yoy menjadi Rp 1,90 triliun. Dengan berhasil menjaga kenaikan harga pokok penjualan (HPP) hanya sebesar 2% yoy, ia menyebut laba kotor SIDO melonjak 26% yoy menjadi Rp 1,10 triliun. Kemudian diikuti dengan margin laba kotor (GPM) mencapai 58,2%.
Ia mengatakan pertumbuhan ini sangat berbeda dibandingkan dengan kinerja semester pertama sebelumnya. Pada tahun lalu, laba kotor hanya tumbuh 2% yoy di semester pertama 2023 dan turun 8% yoy di periode yang sama 2022.
Dengan demikian, ia menilai laba bersih sepanjang semester pertama 2024 ini juga mengikuti tren positif dengan melonjak 36% yoy menjadi Rp 608,5 miliar. Perolehan positif ini usai pada tahun-tahun sebelumnya hanya tumbuh 1% yoy di semester pertama 2023 dan bahkan turun 11% di semester pertama 2022.
Rekomendasi SIDO
Dengan demikian, NH Korindo mempertahankan rekomendasi overweight untuk saham SIDO dan menaikkan target harga menjadi Rp 750 per saham. Target ini mengimplikasikan rasio harga terhadap laba (P/E) dinamis untuk tiga tahun ke depan sebesar 20,9x, dengan potensi kenaikan harga mencapai 11,1%.
Namun, ia menilai terdapat risiko terkait rekomendasi SIDO. Misalnya kemungkinan permintaan yang lesu di pasar luar negeri pada paruh kedua 2024, yang dapat menurunkan kontribusi penjualan. Selain itu, hasil yang lebih rendah juga dapat menyebabkan biaya penjualan dan pemasaran menjadi lebih tinggi dibandingkan pendapatan.
“Dan permintaan yang lebih lemah dari yang diantisipasi pada musim hujan,” pungkasnya.