Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), Sunarso, memberikan gambaran terkait pertumbuhan laba tahunan atau year-on-year (yoy) yang akan dicapai pada kuartal ketiga 2024.
"Insya Allah laba kuartal tiga masih tumbuh ya. Tapi tumbuhnya (laba) saya pikir tidak akan double digit," kata Sunarso dalam acara Katadata: Indonesia Future Policy Dialogue, Rabu (9/10).
Sunarso mengungkap bahwa kondisi makroekonomi masih belum menunjukkan tanda-tanda perbaikan yang signifikan, dan hal ini semakin diperburuk oleh ketidakpastian geopolitik di tingkat global. Menurutnya, faktor-faktor ini memberikan tantangan tersendiri bagi dunia usaha, terutama bagi sektor perbankan yang harus tetap waspada dalam menghadapi situasi yang tidak menentu.
Dengan mempertimbangkan hal tersebut, BRI memutuskan untuk menerapkan langkah-langkah lebih berhati-hati dalam penyaluran kredit, terutama kepada sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Kebijakan ini diambil guna memastikan bahwa penyaluran kredit tetap terkendali dan sejalan dengan kemampuan debitur, sehingga risiko kredit bermasalah dapat diminimalisir.
"Kami sekarang fokus pada perbaikan kualitas aset dam kemudian resetting prosedur-prosedur kami, kemudian mengatur ulang manajemen risiko," tuturnya.
Sunarso menyebut upaya-upaya tersebut dilakukan supaya ke depan BRI bisa tumbuh berkelanjutan. Walaupun saat ini BRI sedang memperlambat pertumbuhan di UMKM.
Laba BRI Naik Tipis 0,95% di Semester I 2024
PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) berhasil mencatatkan laba bersih sebesar Rp 29,7 triliun pada semester pertama 2024, mengalami kenaikan tipis sebesar 0,95% dibandingkan dengan periode yang sama di tahun sebelumnya. Meski ada pertumbuhan, laba ini tidak meningkat signifikan akibat tingginya biaya pencadangan yang harus disiapkan oleh BRI.
Pada paruh pertama 2024, biaya pencadangan atau pemupukan pencadangan BRI mencapai Rp 21,4 triliun, melonjak 50% dibandingkan semester pertama 2023 yang sebesar Rp 14 triliun. Laporan keuangan yang dipublikasikan pada Kamis (25/7) mengungkap bahwa peningkatan pencadangan ini dilakukan sebagai langkah antisipasi terhadap penurunan nilai aset keuangan.
Di tengah tekanan tersebut, BRI tetap menunjukkan kinerja positif dalam penyaluran kredit. Hingga pertengahan 2024, penyaluran kredit BRI meningkat 11,2% secara tahunan, mencapai Rp 1.336,78 triliun.
Hal ini menunjukkan komitmen BRI dalam mendukung sektor usaha di tengah kondisi ekonomi yang penuh tantangan. Sementara itu, total biaya pencadangan BRI hanya mengalami kenaikan tipis, dari Rp 81 triliun menjadi Rp 82 triliun, yang menandakan adanya upaya kehati-hatian dalam menjaga kualitas aset.
Penyaluran kredit paling banyak dikucurkan untuk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) hingga Rp 1.095,64 triliun dengan komposisi mencapai 81,96%.
Laba BRI Paling Tinggi Dari Bank Mandiri, BCA, dan BNI
Empat emiten bank berkapitalisasi jumbo telah melaporkan kinerja keuangannya di semester pertama 2024. Jika kinerja empat bank tersebut dijejerkan, BRI berhasil menjadi bank dengan laba tertinggi dibandingkan bank lain.
Berdasarkan laporan kinerja BRI, perusahaan mengantongi laba Rp 29,7 triliun pada semester pertama 2024. Namun laba bank berkode saham BBRI hanya mampu terkerek 0,95% atau tidak mencapai 1%.
Peringkat kedua diduduki oleh PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) dengan mengantongi laba Rp 26,87 triliun pada semester pertama 2024, meningkat 11% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp 24,19 triliun.
Peringkat ketiga diduduki PT Bank Mandiri Tbk (BMRII) dengan laba Rp 26,55 triliun pada semester pertama 2024. Nilai ini meningkat 5,22% dari periode kuartal kedua 2023 sebesar Rp 25,23 triliun.
Terakhir PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) yang hanya mampu mengantongi laba Rp 10,69 triliun pada semester I 2024. Laba tersebut meningkat 3,78% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp 10,3 triliun