Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memberikan tanggapan usai Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, meminta PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) dan PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS) untuk menjadi induk dalam pembentukan bullion bank atau bank emas.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae mengatakan, potensi bisnis produk emas masih sangat besar, mengingat Indonesia merupakan salah satu produsen emas terbesar di dunia.
Dengan diterbitkannya POJK Bullion, perbankan syariah dan lembaga keuangan lain dapat menghubungkan pasokan dan permintaan emas, serta memaksimalkan penggunaan emas yang belum dimanfaatkan di masyarakat.
Dian mengatakan OJK bersama pemerintah dan pihak terkait, terus berkoordinasi untuk mempersiapkan pelaksanaan kegiatan usaha bullion bank.
“Antara lain berkaitan dengan kesiapan infrastruktur pendukung dan proses perizinan aktivitas kegiatan usaha,” kata Dian dalam keterangan tertulis, Selasa (24/12).
Lebih lanjut, Dian juga mengatakan OJK terus berkoordinasi dengan industri perbankan. Ia mengklaim saat ini BSI sedang mempersiapkan infrastruktur untuk mengajukan izin terkait kegiatan usaha bullion bank sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Dian mengatakan langkah tersebut tentunya merupakan bentuk diversifikasi yang dapat memperbesar skala usaha dengan memonetisasi simpanan emas sebagai sumber pendanaan.
“Sehingga dapat meningkatkan pendalaman pasar keuangan dengan semakin meningkatnya variasi produk yang ditawarkan sebagai sarana investasi,” ucapnya.
Alasan Menko Airlangga Ajukan BRI dan BSI
Sebelumnya Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto bakal mengajukan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) dan PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk dijadikan bank emas atau bullion bank.
"Menurut saya, ini adalah awal mula beberapa bank akan menjadi bank emas batangan. Saya mengusulkan kepada OJK, BRI yang merupakan holding Pegadaian, dan juga BSI dapat menjadi bank emas di Indonesia. Kita tahu bahwa emas merupakan bagian dari investasi yang aman selama krisis," kata Airlangga, Senin (9/12).
Airlangga mengatakan Indonesia saat ini memiliki cadangan emas yang besar. Misalnya saja PT Pegadaian menyimpan stok emas sebanyak 70 ton. Namun, selama ini stok emas tersebut hanya dicatat sebagai tonase tanpa dimasukkan ke dalam neraca keuangan bank.
"Di negara lain, seperti Singapura, emas sudah dimasukkan ke dalam neraca bank, sehingga memberikan nilai tambah," ujarnya. Namun sebaliknya, di Indonesia emas sering hanya dikelola sebagai bahan mentah tanpa pengolahan penuh.
Di samping itu Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengatakan Indonesia siap untuk memiliki bank emas terutama setelah mampu memproduksi emas batangan sendiri. Kesiapan ini juga didukung dengan adanya kolaborasi antara PT Antam Tbk dengan PT Freeport Indonesia untuk mengolah emas batangan di Indonesia.
"Yang selama ini kebanyakan raw material kita kirim ke luar negeri, tapi sekarang kan sudah bisa diproses di dalam negeri," ujar Erick di Jakarta, Rabu (11/12).
Erick menyampaikan, sistem yang dibentuk antara Freeport dan Antam akan membuat cadangan emas cukup untuk dijadikan tabungan masyarakat. Kementerian BUMN juga akan berdiskusi dengan PT Bank Syariah Indonesia untuk membahas lebih lanjut terkait potensi tabungan emas.
"Kita mesti duduk sama BSI segala, kan tadi sama, saya harap ini ada percepatan," katanya.