Peringkat Kemudahan Usaha RI Naik, Urusan Pajak Dapat Nilai Minus

ANTARA FOTO/Jessica Helena Wuysang
Seorang petugas menjelaskan cara membuat pelaporan SPT Tahunan PPh Pajak Orang Pribadi dengan sistem online (E-Filing) di Kantor Pelayanan Pajak Pratama (KPP) Pontianak, Jumat (10/3).
1/11/2017, 12.13 WIB

Peringkat Indonesia mengenai kemudahan berusaha atau Ease of Doing Business (EODB) terus meningkat. Bank Dunia menaikkan peringkat Indonesia ke posisi 72 dari 190 negara. Namun, sebanyak tiga dari 10 Indikator perlu dibenahi, di antaranya tentang kemudahan dalam membayar pajak (paying taxes).

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menjelaskan, dalam soal kemudahan membayar pajak, peringkat Indonesia turun 10 level ke peringkat 114. Meski begitu, peringkat tersebut masih lebih baik dibandingkan dua tahun lalu. "Dibanding dua tahun lalu naik satu level," kata dia saat Konferensi Pers di Kantornya, Jakarta, Rabu (1/11).

(Baca juga: Ranking Kemudahan Usaha RI Naik 19 Level ke Peringkat 72)

Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo mengatakan, ada empat indikator yang membentuk peringkat paying taxes. Indikator pertama, jumlah pembayaran pajak. Hal ini terkait jumlah pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Pajak. Dalam soal ini, Bank Dunia mencatat Indonesia stagnan di peringkat 143.

Ke depan, ia berharap pelaporan pajak bisa semakin tinggi melalui penerapan e-filling. "Sekarang ini kebanyakan masih semi digital, yaitu e-SPT. Ke depan kami maunya e-filling. Itu bertahap. Kalau langsung nanti menyulitkan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dan wajib pajak orang pribadi yang kecil-kecil," ucapnya.

Indikator kedua, waktu yang dibutuhkan wajib pajak untuk membayar pajak. Mardiasmo mengklaim waktu membayar pajak sudah dipangkas hingga 13,5 jam tahun ini. Ini terjadi karena pemanfaatan teknologi oleh wajib pajak, baik melalui Anjungan Tunai Mandiri (ATM), mobile banking, dan fasilitas keuangan lainnya.

Pada Oktober ini, instansinya pun tengah menyiapkan SPT siap saji, terutama untuk pelaporan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Hal ini juga untuk mempercepat waktu pembayaran pajak.

Indikator ketiga, total tax and contribution rate alias total pajak dan tingkat kontribusinya terhadap keuntungan. Menurut dia, parameter ini pun menunjukkan perbaikan. Salah satu pendorongnya yaitu kebijakan pemerintah menurunkan tarif Pajak Penghasilan (PPh) Pengalihan Tanah atau Bangunan menjadi 2,5%.

"Ini juga sudah di-recognize Bank Dunia. Kami jaga terus menerus agar tarifnya kompetitif," kata Mardiasmo.

Indikator terakhir, postfiling index atau indeks pascapelaporan. Ini terkait dengan kecepatan pegawai pajak dalam memproses pelaporan, misalnya dalam pengembalian lebih bayar atau restitusi PPN dan proses administrasi lainnya. Menurut Mardiasmo, untuk memperbaiki parameter ini, pihaknya berencana menambah petugas pajak dan meningkatkan pemanfaatan teknologi.

Adapun pemerintah terus mengupayakan langkah-langkah perbaikan seluruh parameter kemudahan berusaha. Hal ini untuk mengejar target Presiden Joko Widodo yaitu kenaikan peringkat kemudahan berusaha ke posisi 40 dunia.