Utang Luar Negeri Pemerintah Naik 7%, Utang Swasta Terkontraksi

ARIEF KAMALUDIN | KATADATA
16/8/2017, 10.12 WIB

Bank Indonesia (BI) mencatat utang luar negeri (ULN) publik dan swasta pada akhir kuartal II 2017 mencapai US$ 335,3 miliar atau sekitar Rp 4.483,9 triliun. Nominal tersebut tumbuh 2,9% secara tahunan, melambat dibandingkan periode sama tahun lalu yang pertumbuhannya mencapai 6,8%.

“Pertumbuhan ULN tersebut dipengaruhi oleh pertumbuhan ULN sektor publik yang melambat dan berlanjutnya kontraksi pertumbuhan ULN sektor swasta,” kata Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Agusman dalam siaran pers, Selasa (15/8).

ULN sektor publik (pemerintah dan bank sentral) tercatat tumbuh 7,3% secara tahunan menjadi US$ 170,3 miliar, melambat dibandingkan dengan pertumbuhan pada akhir kuartal I yang sebesar 10%. Pertumbuhan tersebut juga lebih lambat dibanding kuartal II tahun lalu mencapai 17,9%. (Baca juga: Utang untuk Tutup Defisit, Cadangan Devisa Cetak Rekor US$ 127 Miliar)

Di sisi lain, ULN swasta tercatat sebesar US$ 165 miliar, turun 1,4% secara tahunan. Dengan perkembangan ini, maka ULN terbesar masih dipegang sektor publik dengan porsi 50,8% dan swasta 49,2%.

Bila dilihat menurut sektor ekonomi, ULN swasta masih terkonsentrasi di sektor keuangan, industri pengolahan, pertambangan, serta listrik, gas dan air bersih (LGA). Pangsa ULN keempat sektor tersebut mencapai 76,6% dari total ULN swasta.

Namun, Agusman menjelaskan, ULN sektor pertambangan dan sektor keuangan masih terkontraksi pertumbuhannya. Sedangkan ULN sektor industri pengolahan dan sektor LGA meningkat dibandingkan dengan kuartal I 2017

Adapun berdasarkan jangka waktu, ULN masih didominasi tenor panjang yaitu sebesar US$ 290 miliar atau 86,5% dari total ULN, dan sisanya bertenor pendek yaitu sebesar US$ 45,3 miliar atau 13,5% persen dari total.

BI memandang perkembangan ULN masih sehat dan terkendali. Hal tersebut mengacu pada rasio ULN terhadap produk domestik bruto (PDB) yang stabil di kisaran 34,2% pada akhir Kuartal II 2017, menurun jika dibandingkan dengan kuartal II 2016 yang sebesar 37,2%. Rasio utang tersebut pun masih lebih rendah dibandingkan dengan negara setara atau peers lainnya seperti Malaysia dan Turki.

Meski demikian, Agusman menyatakan, BI akan terus memantau perkembangan ULN dari waktu ke waktu. “Guna memberikan keyakinan bahwa ULN dapat berperan secara optimal dalam mendukung pembiayaan pembangunan tanpa menimbulkan risiko yang dapat memengaruhi stabilitas makroekonomi,” kata dia. (Baca juga: Utang Pemerintah Bengkak, Ekonom: Tanpa Berutang, Pajak Naik)