Perekonomian negara-negara ASEAN berpeluang menguat lebih cepat. Bank Dunia memprediksi ekonomi beberapa negara ASEAN bakal melaju lebih kencang di tahun ini dan tahun depan, termasuk Indonesia. Di sisi lain, ekonomi negara-negara berkembang di Asia Pasifik pun diramal tetap kuat.
Secara umum, Ekonom Utama Bank Dunia untuk kawasan Asia Timur dan Pasifik Sudhir Shetty menyebut tiga hal yang menyokong pertumbuhan ekonomi negara-negara ASEAN yaitu: peningkatan belanja infrastruktur, investasi swasta, dan perbaikan harga komoditas.
Sudhir mencontohkan, ekonomi Filipina diproyeksi membaik karena mendapat keuntungan dari belanja infrastruktur yang meningkat juga perbaikan investasi swasta. Sementara Malaysia, terbantu oleh perbaikan harga komoditas selain peningkatan belanja infrastruktur. Adapun, ekonomi Indonesia akan ditopang oleh peningkatan ekspansi kredit dan harga minyak.
(Baca juga: Bank Dunia: Ekonomi Indonesia Capai Target Meski Belanja Seret)
Ekonomi negara-negara berkembang di Asia Pasifik juga diproyeksi masih tetap kuat. Meski, ada sedikit tren perlambatan. Bank Dunia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi negara-negara berkembang di Asia Pasifik, termasuk Asia Timur sebesar 6,2 persen tahun ini dan 6,1 persen tahun depan. Pertumbuhan ekonomi masih akan ditopang oleh kuatnya permintaan domestik.
Sementara itu, ekonomi Cina diproyeksi bakal kian melambat, turun dari 6,7 persen tahun lalu, menjadi 6,5 persen tahun ini dan 6,3 persen tahun depan. Perlambatan tersebut sebagai dampak dari upaya pemerintah Negeri Tirai Bambu menurunkan kelebihan kapasitas dan ekspansi kredit.
Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Negara-Negara Berkembang di Kawasan Asia Timur dan Pasifik
Negara | 2016 (%) | Proyeksi 2017 (%) | Proyeksi 2018 (%) |
Negara Berkembang di Asia Timur dan Pasifik | 6,4 | 6,2 | 6,1 |
Cina | 6,7 | 6,5 | 6,3 |
Negara Berkembang di Asia Timur dan Pasifik kecuali Cina | 4,9 | 5 | 5,1 |
ASEAN | 4,9 | 5 | 5,1 |
Indonesia | 5 | 5,2 | 5,3 |
Malaysia | 4,2 | 4,3 | 4,5 |
Filipina | 6,8 | 6,9 | 6,9 |
Thailand | 3,2 | 3,2 | 3,3 |
Vietnam | 6,2 | 6,3 | 6,4 |
Kamboja | 6,9 | 6,9 | 6,9 |
Laos | 7 | 7 | 6,8 |
Myanmar | 6,5 | 6,9 | 7,2 |
Sumber: Bank Dunia
Meski ekonomi di kawasan Asia Pasifik, termasuk Asia Timur masih tergolong positif, namun ia berpesan agar pengambil kebijakan mewaspadai beberapa kerentanan domestik dan global. Kerentanan yang dimaksud yaitu kenaikan lebih lanjut suku bunga Amerika Serikat (AS) alias Fed Fund Rate, kebijakan proteksionis di beberapa negara maju, ekspansi kredit yang cepat, dan tingkat utang yang tinggi di beberapa negara Asia Timur.
"Pembuat kebijakan harus memprioritaskan langkah yang mengatasi kebijakan global, yang bisa mengancam ketersediaan dan biaya keuangan eksternal, serta pertumbuhan ekspor," ujar Sudhir dalam video conference pemaparan laporan ekonomi Asia Timur dan Pasifik Bank di kantor Bank Dunia, Jakarta, Kamis (13/4).
Dia menekankan, para pengambil kebijakan di kawasan ini harus mempertahankan ketangguhan ekonomi dengan mengurangi kerentanan fiskal dan meningkatkan mutu belanja pemerintah. Pendapatan negara harus ditingkatkan agar bisa membantu mendanai program-program yang mendorong pertumbuhan ekonomi dan memperkuat inklusivitas.
Sudhir menambahkan, risiko lain yang juga perlu diwaspadai adalah kenaikan inflasi global yang bisa berpengaruh bisa berdampak pada volatilitas atau gejolak arus modal dan nilai tukar. "Jadi pengambil kebijakan juga harus menyesuaikan kebijakan keuangan mereka," tutur dia. (Baca juga: Ramal Rupiah Melemah, Sri Mulyani Perhitungkan Inflasi Dunia dan Lokal)