IMF Pangkas Proyeksi Ekonomi Global, Indonesia Tak Ikut Terseret

Arief Kamaludin|KATADATA
Penulis: Desy Setyowati
Editor: Yura Syahrul
14/4/2016, 13.13 WIB

Perekonomian dunia masih belum bisa keluar dari tren perlambatan. Bahkan, dalam  pertemuan bertajuk “Spring Meetings” yang dihadiri para menteri dan gubernur bank sentral seluruh dunia di Washington, Amerika Serikat (AS), Rabu (13/4), Dana Moneter International (International Monetary Fund/IMF) memperingatkan kondisi ekonomi global yang berpotensi akan terus melambat.    

Dalam konferensi pers bertajuk “Too Slow for Too Long”,IMF kembali memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia tahun ini menjadi 3,2 persen dari perkiraan sebelumnya sebesar 3,4 persen. Sedangkan perekonomian tahun depan diprediksi akan tumbuh 3,5 persen.

Direktur Departemen Penelitian dan Penasihat Ekonomi IMF Maurice Obstfeld mengatakan, kecepatan ekonomi dunia untuk tumbuh masih melambat. Hanya negara-negara yang pasarnya tengah berkembang (emerging market), yang masih menunjukan potensi perbaikan. Yakni mampu tumbuh hingga tujuh persen, dan terendah empat persen. Perkiraan ini sepertinya merujuk kepada pertumbuhan ekonomi di Cina, India, dan beberapa negara berkembang lainnya, seperti Indonesia.

Obstfeld mengusulkan agar negara-negara di dunia menggunakan kebijakan moneter, fiskal, dan reformasi struktural untuk mengatasi perlambatan ekonomi tersebut. Selain itu, perlu memantau risiko di pasar keuangan dan non-ekonomi, seperti peperangan dan terorisme.

(Baca: Indonesia Pimpin Pertumbuhan Ekonomi Asia)

Sebab, dalam setahun terakhir, pelaku pasar keuangan global selalu berubah-ubah menyikapi kondisi tersebut sehingga terjadi peningkatan gejolak di pasar keuangan. Hal itu terlihat dari aksi penjualan aset, memindahkan dananya dengan cepat untuk menghindari risiko, ataupun penurunan tajam harga minyak dan komoditas lainnya. “Pasar keuangan bereaksi lebih dari perubahan fundamental, yang seharusnya memerlukan downswing dan upswing. Ada risiko bahwa serangan lebih lanjut dari volatilitas ini ke ekonomi riil,” kata Obstfeld dalam siaran pers IMF, Kamis (14/4).

Managing Director IMF Christine Lagarde menambahkan, para pembuat kebijakan di setiap negara harus fokus memperkuat pertumbuhan ekonomi. Tugas kedua, membuat rencana kontingensi untuk masa depan guna menurunkan risiko.

Untuk menjalankan kedua tanggung jawab tersebut, kebijakan moneter harus terus diakomodasi untuk menekan risiko deflasi. Hal itu juga harus didukung oleh kebijakan fiskal dan reformasi struktural. Di sejumlah negara, pembangunan infrastruktur sangat baik terutama ketika suku bunga pinjaman rendah.

(Baca: Bank Dunia: Pertumbuhan Indonesia Tergantung Paket Ekonomi)

“Reformasi struktural yang berkelanjutan bisa meningkatkan pertumbuhan ekonomi potensial, terutama jika disertai dengan dukungan fiskal pelengkap. Reformasi pasar prokompetitif, khususnya, bisa mendukung pertumbuhan. Dalam jangka pendek, penguatan keuangan juga bisa berlanjut,” kata Christine.

Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution menilai, perekonomian global memang masih belum sesuai harapan. Kondisi ini tentunya juga akan berdampak pada perekonomian Indonesia. Meski begitu, dia optimistis berbagai kebijakan yang dilakukan pemerintah selama ini sudah berhasil menjaga Indonesia sehingga tidak terseret tren perlambatan ekonomi global. “Apa yang telah dilakukan membuat ekonomi Indonesia cenderung keluar dari tendensi perlambatan pertumbuhan ekonomi dunia,” katanya di kantor Kemenko Perekonomian.

(Baca: Hadapi Tiga Masalah Besar, IMF Pangkas Proyeksi Ekonomi Dunia)

Hal itu terlihat dari membaiknya kondisi ekonomi dalam negeri selama dua kuartal terakhir. “Indonesia semakin cepat sendiri. Tidak banyak memang (pertumbuhan ekonomi), tapi tidak semakin melambat,” ujar Darmin.

Pada kuartal I tahun ini, Darmin memperkirakan ekonomi Indonesia bisa tumbuh 5,1 hingga 5,2 persen. Perkiraan ini lebih baik dibandingkan realisasi pertumbuhan ekonomi kuartal IV-2015 yang mencapai 5,04 persen. Pandangan tersebut senada dengan perkiraan sebelumnya Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro.

Meski begitu, Darmin menilai semestinya pertumbuhan ekonomi kuartal I-2016 bisa lebih baik dari perkiraan tersebut. “Tapi (masa) panen padi baru terjadi pada April dan Mei sehingga belum berpengaruh pada ekonomi pedesaan di kuartal I.”