KATADATA - Bank Indonesia memperkirakan, ekonomi kuartal pertama 2016 bisa tumbuh 5,1 persen. Namun sejumlah ekonom tak seoptimistis itu. Bahkan ada yang meyakini pertumbuhan ekonom tak melebihi 5 persen. Untuk bisa tetap tumbuh tinggi, pemerintah perlu menggenjot proyek-proyek infrastruktur. Konsekuensinya, anggaran yang dibutuhkan pun akan membengkak sehingga pemerintah harus menggenjot pendapatan.
Misalnya, hal itu diutarakan Anton Gunawan. Ekonom dari Universitas Indonesia ini mengatakan tren pertumbuhan ekonomi Indonesia saat ini masih lemah. Tidak ada penggerak yang mampu mendorong ekonomi tumbuh tinggi selain investasi pemerintah untuk infrastruktur. (Baca: Gubernur BI: Utang Luar Negeri Naik karena Ekonomi Menggeliat).
Karena itu, mengingat ada keterbatasan pendapatan, kata Anton, semestinya batasan defisit anggaran bisa diperlebar dari tiga persen menjadi empat persen dari Produk Domestik Bruto. Walaupun, dia menyadari pasar akan menanggapi negatif pelebaran defisit anggaran ini. Risiko juga akan meningkat seiring penambahan jumlah utang.
Namun bila pemerintah bisa membuktikan kenaikan utang tersebut untuk pembiayaan infrastruktur, semestinya pasar bisa memaklumi. “Kalau memang diakui pendorong ekonomi hanya government spending, defisit anggaran itu semestinya ditingkatkan. Pasar akan menilai baik kalau itu bisa dibuktikan,” kata Anton dalam dialog “Konsultasi IMF Pasal IV 2015 untuk Indonesia” di Universitas Atmajaya, Jakarta, Senin, 21 Maret 2016.
Hal senada disampaikan oleh ekonom dari Universitas Atmajaya Agustinus Prasetyantoko. Selama ini Indonesia mengikuti langkah Eropa yang menerapkan batasan defisit anggaran tiga persen. Padahal, banyak negara yang tidak mengikuti aturan tersebut. Jika diakui bahwa satu-satunya pendorong pertumbuhan ekonomi adalah belanja pemerintah, semestinya defisit anggaran memungkinkan untuk diperlebar. (Baca juga: Tiga Bank Besar Pemerintah Akan Tambah Utang ke Cina).
Sayangnya, perubahan aturan tersebut sulit direalisasikan. Terutama untuk menembus parlemen. Apalagi, Prasetyantoko menilai partai di balik Presiden Joko Widodo menjadi tantangan tersendiri. “Saya agak ragu secara politik. Saya tidak yakin Jokowi pick up di parlemen. Kalau PDI-P setuju pasti minta sesuatu,” kata Pras.
Dia memperkirakan ekonomi kuartal pertama dan kedua hanya tumbuh kisaran lima persen. Baru kemudian di semester kedua bisa tumbuh lebih dari lima persen. Sebab, dilihat dari sisi ekspor pun tampaknya masih melambat. Di sisi lain, investasi swasta dan konsumsi rumah tangga diperkirakan stabil. (Lihat pula: Industri Lesu, Utang Luar Negeri Swasta Melambat).
Dalam ksempatan tersebut, Resident Representative IMF Ben Bingham mengatakan tantangan ekonomi Indonesia saat ini adalah penerimaan. Apalagi beleid Pengampunan Pajak atau tax amnesty masih belum dibahas Dewan Perwakilan Rakyat. Bahkan setelah diterapkan pun belum diketahui secara pasti potensi penerimaan dari kebijakan tersebut.
Menurut Ben Bingham, Indonesia harus meningkatkan daya saingnya melalui perbaikan infrastruktur atau logistik. “Peningkatan kompetitif menjadi penting saat ini. Bukan hanya memperbaiki infrastruktur, tetapi juga dengan mencari tujuan ekspor yang baru,” ujar Ben.