KATADATA - Nilai tukar rupiah yang tergolong stabil dan inflasi rendah memberi ruang bagi Bank Indonesia kembali menurunkan suku bunga acuan atau BI Rate. Ekonom Bank Central Asia David Sumual memperkirakan BI akan menurunkan suku bunga acuan 0,25 persen menjadi 6,75 persen.
Tak hanya itu, David juga memperkirakan lending facility berpeluang turun. Sedangkan untuk fasilitas simpanan BI (fasbi) atau deposit facility sulit berkurang karena tertahan inflasi yang masih bertahan di level empat persen. “Kecuali inflasi bisa turun lagi, mungkin deposit facility-nya bisa turun,” kata David kepada Katadata, Kamis, 17 Maret 2016. (Baca: BI Berpeluang Akhiri Rezim Bunga Tinggi).
Menurut dia, ada beberapa alasan mengapa BI Rate dapat kembali dikurangi. Pertama faktor luar negeri terkait kebijakan beberapa bank sentral, seperti Bank of Japan (BOJ) dan European Central Bank (ECB) masih mempertahankan bunga negatif. Juga menimbang perekonomian global yang relatif stabil, meskipun pasar sedang menanti kebijakan Komite Pasar Terbuka Federal (Federal Open Market Committee/FOMC) hari ini.
Faktor kedua dari dalam negeri. Nilai tukar rupiah masih stabil di posisi sekitar 13.100 per dolar Amerika Serikat pada Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) BI. Begitu juga dengan inflasi yang masih rendah di posisi 4,42 persen, bahkan deflasi pada Februari sebesar 0,09 persen. Selain itu, neraca dagang Februari juga surplus US$ 1,14 miliar, serta, cadangan devisa menunjukan perbaikan. Melihat data-data tersebut, David bahkan memperkirakan masih ada peluang pelonggaran hingga bulan depan.
Hal senada diutarakan Ekonom Development Bank of Singapore (DBS) Gundy Cahyadi yang memperkirakan BI Rate turun 0,25 persen. Penguatan rupiah, kata dia, semestinya memberi ruang bagi menurunkan kembali BI Rate bulan ini. Meskipun ia akui tidak ada jaminan rupiah akan menguat terus.
Dari sisi inflasi, ia melihat trennya akan meningkat ke level lima persen. Tetapi, jika biaya logistik bisa ditekan oleh pemerintah, semestinya inflasi bisa bertahan rendah. (Lihat juga: Bunga Acuan BI Rate Akhirnya Turun, Rupiah Tetap Stabil).
Sementara Direktur Eksekutif Kebijakan Ekonomi Moneter BI Juda Agung mengatakan, berdasarkan survei minggu kedua, inflasi Maret baru mencapai 0,05 persen. “Cuma dari harga yang bergejolak (volatile food),” kata Juda.
Pada 18 Februari lalu, Bank Indonesia menurunkan suku bunga acuan untuk kedua kalinya di awal tahun ini sebesar 25 basis poin menjadi 7 persen. Ini merupakan level terendah BI rate dalam 2,5 tahun terakhir atau sejak akhir Agustus 2013. Selain itu, BI menurunkan Giro Wajib Minimum (GWM) untuk mendukung upaya memacu penyaluran kredit. (Baca: BI Rate Turun Jadi 7 Persen, Terendah dalam 2,5 Tahun).
Dalam Rapat Dewan Gubernur bulan lalu, BI juga memutuskan suku bunga deposit facility sebesar 5 persen dan lending facility 7,5 persen. Adapun GWM Primer dalam rupiah turun 100 basis poin menjadi 6,5 persen, yang berlaku efektif mulai hari ini, 16 Maret 2016. GWM merupakan instrumen moneter BI untuk mempengaruhi jumlah uang yang beredar di masyarakat. GWM merupakan likuiditas minimum bank yang wajib dijaga dan dipelihara oleh setiap bank agar dapat memenuhi kewajibannya terhadap penarikan simpanan masyarakat.