Gubernur BI: Utang Luar Negeri Naik karena Ekonomi Menggeliat
KATADATA - Jumlah utang luar negeri Indonesia terus menunjukkan peningkatan. Meski begitu, Bank Indonesia (BI) menilai kondisi tersebut masih aman karena penambahan utang bertujuan untuk menggerakkan perekonomian.
BI mencatat, utang luar negeri (ULN) Indonesia per akhir November 2015 mencapai US$ 304,6 miliar atau tumbuh 3,2 persen dibandingkan periode sama 2014. Pertumbuhannya lebih tinggi dibandingkan bulan Oktober 2015, yang mengalami kenaikan 2,5 persen dari periode sama 2014.
Kenaikan tersebut terutama didorong oleh peningkatan pertumbuhan utang luar negeri berjangka panjang sebesar 6,1 persen secara tahunan (year on year/yoy), Ini lebih tinggi dari pertumbuhan bulan Oktober 2015 yang sebesar 5,5 persen (yoy). Sedangkan utang luar negeri berjangka pendek per akhir November 2015 menurun 12,5 persen (yoy).
Berdasarkan jangka waktu asal, utang luar negeri Indonesia didominasi oleh ULN berjangka panjang yang mencapai US$ 263,9 miliar atau 86,6 persen dari total ULN. Adapun porsi ULN berjangka pendek cuma 13,4 persen dari total utang atau senilai US$ 40,7 miliar.
(Baca: Capai Rp 3.089 Triliun, Rasio Utang Pemerintah Naik Jadi 27 Persen)
Sedangkan berdasarkan kelompok peminjam, peningkatan pertumbuhan ULN pada November 2015 terjadi pada sektor swasta maupun sektor publik. ULN sektor swasta tumbuh 3,4 persen (yoy) sedangkan ULN sektor publik tumbuh 2,9 persen (yoy). Alhasil, porsi ULN sektor publik dan swasta, masing-masing sebesar 45,2 persen dan 54,8 persen dari total ULN.
BI memandang perkembangan ULN November 2015 ini cukup sehat, namun perlu terus diwaspadai risikonya terhadap perekonomian. Ke depan, BI akan terus memantau perkembangan ULN, khususnya ULN sektor swasta. "Hal ini untuk memberikan keyakinan bahwa ULN dapat berperan secara optimal dalam mendukung pembiayaan pembangunan tanpa menimbulkan risiko yang dapat mempengaruhi stabilitas makroekonomi," ujar Tirta Segara, Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI, dalam siaran pers “Pertumbuhan ULN Indonesia November 2015”, Senin (18/1).
Sementara itu, Gubernur BI Agus Martowardojo mengatakan, kenaikan jumlah utang luar negeri tersebut karena adanya peningkatan aktivitas ekonomi. “Secara jelas belum bisa disampaikan (penyebab kenaikan ULN). Tapi ada hubungannya dengan geliat atau peningkatan ekonomi,” katanya.
Kalau mengacu posisi per akhir November 2015, rasio utang jangka pendek terhadap cadangan devisa yang sebesar US$ 101,7 miliar telah mencapai 40 persen. Adapun cadangan devisa per akhir Desember lalu sudah naik menjadi US$ 105,93 miliar.
(Baca: Utang Luar Negeri dan Dana Hasil Ekspor Kerek Cadangan Devisa)
Menurut Agus, mayoritas utang jangka pendek itu merupakan utang dagang (trade payable). Pasalnya, kinerja ekspor menurun seiring dengan melemahnya harga minyak dan komoditas. Sementara impor meningkat karena pemerintah mendorong pembangunan infrastruktur. Selain itu, sebagian utang jangka pendek ini bersifat afiliasi atau merupakan utang perusahaan induk. “Yang terkait afiliasi itu umumnya tidak perlu dikhawatirkan akan jatuh tempo dan kemudian harus dibayar, itu bisa di-roll-over,” katanya.
(Baca: Soros Peringatkan Krisis 2008 Bisa Terulang Gara-Gara Cina)
Sebelumnya, Ekonom Samuel Aset Management Lana Soelistianingsih pernah mengatakan, rasio utang jangka pendek berdasarkan jangka waktu sisa terhadap cadangan devisa yang mencapai 55,28 persen menunjukan kemampuan membayar utang mulai berkurang. Artinya, dibutuhkan valuta asing (valas) US$ 55 miliar, atau sekitar US$ 4,5 miliar untuk membayar utang setiap bulan.
Kondisi ini mendorong permintaan valas berbentuk dolar Amerika Serikat (AS), sehingga mata uang ini menguat terhadap rupiah. “Dengan cadangan devisa yang menurun, pemerintah bisa menambah utang untuk meningkatkan valas di dalam negeri,” katanya.