KATADATA ? Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla meminta Bank Indonesia (BI) melonggarkan kebijakan moneternya. Penurunan suku bunga acuan (BI Rate) diharapkan dapat memacu kinerja pertumbuhan ekonomi di tengah tren pelambatan.
Menurut Wapres, kondisi moneter saat ini sudah cukup longgar, sehingga secara perlahan bank sentral dapat menurunkan suku bunga. Meski begitu, dia tidak menginginkan BI Rate turun drastis, karena dikhawatirkan akan memunculkan risiko baru.
?Kalau turun, turun sedikit, karena nanti kalau diturunkan lagi, orang nggak mau menabung,? kata JK, panggilan akrab Wapres saat membuka acara ?Institute of International Finance Asia Summit 2015? di Hotel Ritz Carlton, Jakarta, Kamis (7/5).
Lebih lanjut dia mengatakan, pemerintah sudah mengadakan pembicaraan mengenai peluang penurunan suku bunga ini dengan Gubernur BI Agus Martowardojo.
Di tempat yang sama, Gubernur BI Agus Martowardojo menyampaikan, kebijakan moneter bank sentral akan mengarah ke suku bunga rendah ke depannya. Namun, kebijakan tersebut tetap harus memperhatikan defisit neraca transaksi berjalan tetap rendah.
?Ini salah satu faktor yang diperhatikan investor untuk mempertahankan portofolionya di Indonesia,? kata dia.
Selama ini, BI berupaya menyakinkan pasar bahwa kebijakan perubahan suku bunga dilakukan untuk menjaga stabilitas ekonomi. Juga agar kondisi pasar masih sejalan dengan kebijakan pemerintah dan kondisi ekonomi global.
Agus menambahkan, sudah ada tanda-tanda risiko atas normalisasi perekonomian Amerika Serikat, yakni menguatnya dolar AS terhadap seluruh mata uang. Untuk itu, BI mengeluarkan kebijakan agar perusahaan melakukan lindung nilai (hedging) atas utang luar negeri yang dimiliki.
?BI juga meminta perusahaan menjaga rasio likuiditas dan meminta rating jika ingin melakukan pinjaman,? kata dia.
Kebijakan BI menaikkan suku bunga sudah berjalan sejak Juni 2013. Ketika itu bank sentral menaikkan suku bunga sebesar 25 basis poin ke 6 persen, setelah dalam 16 bulan bertahan di posisi 5,75 persen. Kenaikan suku bunga tersebut secara bertahap dilakukan hingga Januari 2015 ke level 7,75 persen.
Meski pada Februari lalu BI Rate turun ke 7,5 persen, tapi BI menyatakan masih akan tetap mempertahankan tingkat suku bunga yang tinggi. Ini lantaran masih terdapat ketidakpastian ekonomi global dan masih tingginya tingkat defisit transaksi berjalan Indonesia.
Ekonom Universitas Indonesia Anton Gunawan mengatakan, ruang bagi BI untuk menurunkan suku bunga masih tersedia. Tapi hal itu bukan satu-satunya yang dapat dilakukan bank sentral untuk memacu perekonomian.
BI dapat pula melakukan relaksasi kebijakan uang muka pembelian rumah dan mobil atau loan to value (LTV). LTV adalah rasio antara nilai kredit atau pembiayaan yang dapat diberikan bank terhadap nilai agunan berupa properti atau kendaraan, pada saat pemberian kredit atau pembiayaan.