Longgarkan Likuiditas, Sistem JIBOR Disempurnakan

KATADATA
Bank Indonesia menyempurnakan sistem penetapan suku bunga penawaran antarbank Jakarta (JIBOR) untuk meningkatkan arus likuiditas.
31/3/2015, 18.24 WIB

KATADATA ? Bank Indonesia (BI) menyempurnakan sistem penetapan suku bunga penawaran antarbank Jakarta atau Jakarta Interbank Offered Rate (JIBOR). Penyempurnaan bertujuan untuk meningkatkan transaksi antarbank, sehingga membuat arus likuiditas menjadi lebih cair.

Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Mirza Adityaswara mengatakan, JIBOR yang berlaku saat ini tidak mencerminkan kondisi yang sebenarnya. Terutama, karena tidak ada suku bunga acuan untuk tenor di bawah setahun.

Selama ini, acuan yang dipakai untuk transaksi dalam jangka waktu tersebut menggunakan suku bunga acuan untuk tenor 2 tahun hingga 30 tahun. ?Padahal, untuk jadi acuan yang baik maka suku bunga yang disampaikan harus benar-benar bisa ditransaksikan antarbank peserta JIBOR,? kata dia di kantornya, Jakarta, Selasa (31/3).

Direktur Task Force Financial BI Nanang Hendarsyah menjelaskan, penyempurnaan ini dilakukan dalam tiga pokok. Pertama, mengubah definisi JIBOR. Saat ini, JIBOR diartikan sebagai rata-rata suku bunga indikasi pinjaman tanpa agunan (unsecured) yang ditawarkan dan dimaksudkan untuk ditransaksikan oleh bank kontributor ke bank lain.

Kemudian rata-rata suku bunga tersebut dipakai untuk meminjamkan rupiah untuk tenor tertentu di Indonesia. ?Kami hilangkan antara suku bunga landing dan borrowing di dalamnya,? tutur dia.

Kedua, menyesuaikan kriteria bank yang menjadi kontributor. Kriteria tersebut berdasarkan keaktifan dan kredit dengan rating yang positif. Untuk itu, BI memangkas bank yang menjadi peserta JIBOR dari sebelumnya 30 menjadi 21 bank.

Nanang menjelaskan, hal ini dilakukan agar ada keseimbangan kualitas sehingga bisa mendorong antarbank untuk bertransaksi. ?Kalau yang satu berisiko, kan nggak ada yang mau meminjamkan.?

Ketiga, penyesuaian metodologi JIBOR. Nanang menyampaikan, bank kontributor wajib menawarkan suku bunga acuannya masing-masing. Kemudian, akan diseleksi sebesar 15 persen dari yang tertinggi dan terendah untuk ditetapkan.

Baru kemudian, akan ditransaksikan secara riil dalam kurun waktu 10 menit pada pukul 10.00 WIB. Waktu transaksi yang singkat tersebut, dinilai akan meminimalisasi terjadinya perubahan karena adanya pergerakan pasar uang. Dengan begitu, JIBOR akan ditetapkan dalam tenor overnight (O/N), sepekan, sebulan, 3 bulan, 6 bulan, dan 12 bulan.

Suku bunga ini akan melengkapi imbal hasil (yield) Surat Utang Negara (SUN) berjangka waktu 2 tahun-30 tahun. Maka, kurva yield akan lebih lengkap, sehingga JIBOR bisa ditransaksikan sesuai kondisi yang sebenarnya dan lebih kredibel.

Penyempurnaan ini, juga bisa menjadi acuan bagi bank dalam menetapkan suku bunga kredit dan deposito. Dalam jangka panjang, diharapkan akan meningkatkan likuiditas perbankan, karena bank yang meminjam bisa mendapatkan bunga lebih rendah dari JIBOR jika kualitas aset dan perusahaannya baik.

Selain itu, suku bunga acuan ini juga bisa digunakan untuk transaksi swap atau pertukaran dua valuta yang biasanya dilakukan untuk lindung nilai (hedging). Ini terutama untuk suku bunga mengambang (floating rate).

?Maka, sejalannya waktu, kalau ini berjalan baik akan berpengaruh pada pricing (penetapan harga), maka ketetatan likuiditas bisa dihindari,? ujarnya.

Kepala Divisi Treasury PT Bank Central Asia Tbk (BCA) Branko Windoe menambahkan, besaran JIBOR yang diharapkan pasar yakni yang tidak terlalu jauh perbandingannya dengan tingkat suku bunga pasar uang antarbank (PUAB).

Selama ini, bank menggunakam acuan tersebut dan rata-rata bunga deposito, untuk menetapkan suku bunga dalam bertransaksi antarbank. Dengan penyempurnaan ini, dia yakin akan ada lebih banyak produk yang diterbitkan karena transaksi menjadi lebih mudah.

?Ketidakseragaman (selama) ini memang menyulitkan pelaku pasar, akhirnya negosiasi yang sebelumnya dilakukan malah jadi masalah utama,? kata dia.

Reporter: Desy Setyowati