Pemerintah Harap Dukungan Pasar Modal untuk Biayai Perumahan Rakyat

Agung Samosir|KATADATA
Pemerintah berharap dukungan pasar modal untuk membiayai perumahan untuk rakyat.
1/12/2014, 18.50 WIB

KATADATA ? Pemerintah berharap ada dukungan pembiayaan yang berasal dari pasar modal untuk membiayai kekurangan pembangunan perumahan rakyat. Selama ini terjadi kekurangan ketersediaan rumah (backlog) hingga 400 ribu unit rumah.

Deputi Bidang Pembiayaan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Maurin Sitorus mengatakan, terbitnya Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) tentang penerbitan dan pelaporan efek beragun aset berbentuk surat partisipasi (EBA-SP) dapat mengisi kekurangan pembiayaan tersebut.

Dia memperkirakan kebutuhan dana segara untuk pembangunan perumahan tersebut mencapai Rp 48 triliun. ?Masih kurang 400 ribu unit, dikalikan Rp 120 juta (harga rata-rata perumahan rakyat). Kira-kira itu yang dibutuhkan dari pasar modal,? kata Maurin di Jakarta, Senin (1/12).

Besarnya kebutuhan dana tersebut, dia pesimistis dapat dipenuhi hanya melalui perbankan. Apalagi kondisi likuiditas perbankan yang mengetat lantaran suku bunga acuan (BI Rate) yang naik.

Saat ini, terdapat 13,5 juta rumah tangga kelas menengah bawah yang belum memiliki rumah dan 3,4 juta keluarga yang tinggal di rumah tidak layak huni. Pemerintah pun telah membuat program fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP) untuk membangun 340 ribu unit rumah sejak 2010 dengan anggaran Rp 15 triliun.

Sebanyak 57 ribu unit di antaranya dibangun pada tahun ini dengan biaya Rp 4,5 triliun. Sedangkan sisanya, 58 ribu unit rumah akan dibiayai dengan anggaran Rp 5,1 triliun pada tahun depan.

Maurin berharap, aturan baru OJK Nomor 23/POJK.04/2014 akan memungkinkan perusahaan pembiayaan sekunder perumahan memasarkan EBA-SP mulai tahun depan. EBA-SP merupakan efek yang berbentuk seperti obligasi ataupun saham, yang diterbitkan melalui penawaran umum ataupun private placement. Penerbitan EBA-SP dilakukan dalam rangka sekuritisasi.

Penerbit EBA-SP nantinya akan membeli kumpulan piutang yang merupakan aset keuangan dari kreditur asal. Aset keuangan yang dibeli hanya dibatasi pada piutang Kredit Pemilikan Rumah (KPR) saja. Penerbitan efek ini hanya bisa dilakukan oleh perusahaan yang bergerak di bidang pembiayaan sekunder perumahan. Di Indonesia, perusahaan yang sesuai dengan ketentuan tersebut adalah PT Sarana Multigriya Finansial (SMF).

?Ini merupakan upaya pendalaman pasar. OJK selalu merespons kebutuhan pasar,? kata Deputi Komisioner Pengawasan Pasar Modal I Sardjito.

Aturan ini, kata dia, menjadi pedoman sekuritisasi tagihan-tagihan kredit perumahan rakyat (KPR) yang kemudian dijual ke masyarakat melalui penerbitan efek beragun aset (EBA). Baik yang dilakukan melalui penawaran umum maupun strategic partner.

Selain itu, OJK juga tengah menyiapkan POJK tentang penawaran saham dalam program kepemilikan saham perusahaan terbuka oleh karyawan, direksi, dewan komisoner (ESOP/MESOP). Kemudian, tentang penambahan modal perusahaan berkelanjutan tanpa memberikan hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD). Adapun mengenai penawaran umum berkelanjutan efek bersifat utang dan sukuk. 

Reporter: Desy Setyowati