Arahan tersebut tertuang dalam notulen rapat pertemuan Presiden dengan para penegak hukum dan sejumlah menteri pada 9 Oktober 2008, yang salinannya diperoleh Katadata.
Rapat antara lain dihadiri oleh Ketua Badan Pemeriksa Keuangan Anwar Nasution, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Antasari Azhar, Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Jaksa Agung, Kepala Kepolisian RI dan para menteri. Namun, Wakil Presiden Jusuf Kalla tak hadir, karena saat itu santer beredar kabar hubungannya dengan SBY sudah tidak harmonis.
Rapat ini khusus digelar untuk mengantisipasi dampak krisis ekonomi global yang sedang berkecamuk. Persisnya, sehari setelah perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia dihentikan, akibat indeks harga saham gabungan (IHSG) anjlok lebih dari 10 persen?salah satu yang terburuk di dunia.
Tiga hari sebelumnya, yaitu pada 6 Oktober 2008, Presiden SBY juga menggelar pertemuan dengan para pengusaha, Kamar Dagang dan Industri (Kadin), dan sejumlah ekonom di Sekretariat Negara, yang disambung keesokan harinya di Kantor Kepresidenan.
Saat itu, para pengusaha dan kalangan perbankan mendesak pemerintah melakukan langkah-langkah konkret mengatasi ancaman krisis global, termasuk pemberlakuan blanket guarantee (penjaminan penuh dana nasabah), seperti sudah diberlakukan di banyak negara saat itu.
Kondisi genting itulah yang kembali disuarakan Presiden Yudhoyono dalam pertemuan dengan para pemimpin redaksi media massa di kantor pengusaha Chairul Tanjung, Senin (10/3) lalu. "Saya selalu katakan bahwa situasi 2008 itu memang krisis. Cek saja pemberitaan media saat itu,? ujarnya (Baca: SBY tentang Century: Kebijakan Tidak Bisa Diadili).
Atas dasar itu, ia juga menegaskan bahwa Wakil Presiden Boediono tidak bisa diadili atas kebijakannya menyetujui pemberian dana talangan kepada Bank Century saat menjabat Gubernur Bank Indonesia. ?Policy tidak bisa diadili karena akan sulit memutuskan policy untuk kepentingan pembangunan,? tuturnya.
Penegasan serupa sebelumnya pernah disampaikan Yudhoyono dalam pidatonya sehari setelah rapat paripurna DPR yang menggelar voting kasus Century pada 3 Maret 2010. ?Perasaan saya bercampur aduk antara kemarahan dan kejengkelan terhadap Bank Century,? kata Yudhoyono. ?Tapi bagaimanapun bank itu harus diselamatkan. Agar perbankan dan perekonomian kita selamat.?
Lontaran terbaru Yudhoyono dalam pertemuan dengan para Pemimpin Redaksi ini dipicu oleh dakwaan Jaksa Penuntut KPK atas kasus korupsi mantan Deputi Gubernur BI Budi Mulya, yang di dalamnya juga mengaitkan keterlibatan Boediono dan para anggota Dewan Gubernur BI lainnya.
Dalam berbagai kesempatan, pihak pemerintah dan bank sentral sendiri telah menjelaskan bahwa langkah itu ditempuh semata-mata untuk menyelamatkan perekonomian negara. Sebab, saat itu perekonomian global sedang dilanda krisis, sehingga jika ada bank yang rontok, dikhawatirkan akan menimbulkan efek berantai yang menggoyahkan perekonomian nasional.
Menghadapi situasi krisis itulah, dalam pertemuan 9 Oktober 2008 tersebut, Presiden Yudhoyono meminta ?permakluman? kepada para pejabat tinggi negara. Sebab, meskipun fundamental perekonomian Indonesia sudah jauh lebih kuat dibanding ketika krisis 1997, bisa saja diperlukan langkah-langkah darurat penyelamatan ekonomi nasional, kendati perangkat hukum yang ada belum sempurna.
Inilah beberapa pernyataan Presiden Yudhoyono, seperti tertuang dalam notulen rapat:
??dalam situasi seperti ini, bisa jadi nanti ada isu-isu yang berkaitan dengan sistem, tatanan, dalam utamanya segi-segi pengambilan keputusan dan tindakan yang mesti dilakukan dengan cepat. Ketika saya menerima Mahkamah Konstitusi beberapa hari lalu, saya juga sampaikan, bisa jadi nanti ada yang me-review, men-challenge, karena UU tidak mengatur ada tindakan-tindakan yang kita ambil untuk menyelamatkan negara.?
??Dari 10 direktif ini, yang ingin saya sampaikan, bisa jadi karena ada tindakan yang harus diambil secara cepat, dan UU-nya mungkin belum tersedia. Mekanismenya kan kalau itu mesti Peraturan Pemerintah Pengganti UU. Tapi, harus ada alasan apakah sungguh termasuk kegentingan yang memaksa?..Perkara-perkara inilah yang saya minta ada komunikasi, ada konsultasi di antara kita. Dengan demikian tidak ada sesuatu yang tidak perlu terjadi.?
?Saya kira pak Anwar, Pak Antasari semua sepakat, saya pernah marah di Aceh. (Saat) tsunami itu kan banyak barang-barang berhenti di pelabuhan Belawan. Those items were needed untuk segera di-delivered, dibagi-bagi. Tetapi dengan alasan karena ?aturannya belum ada? maka berhenti di situ. Kalau menurut saya, malah yang begini ini kalau perlu dihukum. Saya malah salut ada bupati, ada gubernur, nggak ada peraturannya, tapi wong ini orang mau mati, butuh alat kesehatan, keluarkan dulu. Nanti saya laporkan ke Menteri atau ke Presiden, atau saya beritahu nanti penegak hukum kasusnya begini. Asalkan tidak masuk kantong sendiri. Itu yang saya maksudkan bahwa in time of crisis, there must be an action, decision that must be taken quickly, yang barangkali mungkin belum ada aturannya. Nah, saya dalam hal ini menganjukan nanti kepada jajaran kami untuk komunikasi dengan Bapak sekalian, sehingga tidak masuk angin dan kemudian ke sana kemari.
Dalam notulen juga tergambar keinginan Presiden yang sejak awal memandang perlu langkah-langkah cepat dilakukan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani.
??Bu Ani terpaksa kita panggil kembali. Beliau yang minta dipanggil. Mestinya ada urusan di Amerika, tapi dalam keadaan begini, tidak tega kalau beliau meninggalkan saya. Jadi, sampai di Dubai langsung balik kanan. Bagus itu. Itu namanya crisis action leader.?