BPJS Kesehatan Selamatkan Rp 1 T dari Praktik Fraud Peserta dan Faskes

ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto/foc.
Petugas keamanan berjaga di depan kantor BPJS Kesehatan di Bekasi, Jawa Barat, Rabu (13/5/2020). BPJS kesehatan mengkalim telah menyelamatkan dana Rp 1 triliun dari potensi tindak kecurangan peserta hingga faskes.
Editor: Ekarina
20/6/2020, 15.12 WIB

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan mengklaim berhasil menyelamatkan dana Rp 1 triliun dari kecurangan atau fraud beberapa pihak. Adapun temuan kecurangan tersebut diketahui berdasarkan hasil audit Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

Direktur Kepatuhan, Hukum dan Hubungan Antar Lembaga BPJS Kesehatan Bayu Wahyudi mengatakan, terdapat 12 temuan BPKP pada 2018-2019. Dari hasil temuan tersebut, BPJS Kesehatan sudah menindaklanjuti 6 temuan.

"Salah satunya masalah pembiayaan, tetapi sudah diselamatkan BPJS Kesehatan yang tidak sesuai ketentuan ada lebih dari Rp 1 triliun. Itu sudah dikembalikan dan tidak bocor," ujar Bayu dalam diskusi daring, Sabtu (20/6).

(Baca: Pemerintah akan Hapus Kelas Peserta Mandiri BPJS Kesehatan)

Bayu mengungkapkan, selama ini banyak modus kecurangan dalam praktik BPJS Kesehatan yang ditemukan audit BPKP. Kecurangan tersebut baik yang dilakukan peserta, petugas BPJS kesehatan, fasilitas kesehatan, penyedia obat, serta pelaku terkait lainnya.

Mayoritas kecurangan peserta berbentuk peminjaman kartu BPJS Kesehatan. Dengan demikian, terdapat penerima manfaat yang tidak seharusnya berhak.

Sementara dari fasilitas kesehatan, beberapa kecurangan di antaranya berupa pelaporan palsu kelas peserta hingga diagnosa. "Ada yang berupa peningkatan kelas padahal bukan kelas itu seharusnya dipakai peserta, lalu ada juga hasil diagnosa yang seharusnya ringan dibuat berat agar mendapat biaya klaim besar," kata dia.

Untuk kecurangan dari fasilitas kesehatan, Bayu menyebut pihaknya sudah menindaklanjuti dan meminta pengembalian klaim. Sedangkan, untuk kecurangan yang dilakukan petugas BPJS Kesehatan, pihaknya sudah memberikan sanksi.

(Baca: Kemenkeu: Iuran BPJS Kesehatan Kelas I Seharusnya Rp 286 Ribu)

Hingga saat ini, BPJS Kesehatan menurutnya terus berupaya mencegah terjadinya fraud. Caranya, dengan memperbaiki sistem BPJS Kesehatan yang transparan dengan menggunakan teknologi yang memadai.

"Seperti peserta yang harus cuci darah dan penyakit dengan biaya tinggi lainnya kita wajibkan peserta memakai fingerprint," ujarnya.

Bayu menuturkan bahwa potensi fraud menjadi salah satu penyebab defisit keuangan lembaga tersebut. Meski begitu, ia menilai kesesuaian iuran tetap menjadi penyebab utama defisit.

Seperti diketahui, pemerintah akan kembali menaikkan iuran BPJS Kesehatan mulai 1 Juli sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 64 tahun 2020. Dengan kenaikan iuran ini, asuransi negara ini diprediksi tak akan lagi mengalami defisit keuangan.

"Proyeksinya kalau nanti Perpres 64 berjalan, kami hampir tidak defisit," ucap Direktur BPJS Kesehatan Fachmi Idris dalam konferensi video, Selasa (14/5).

Menurut Fachmi, kenaikan iuran akan membuat keuangan BPJS Kesehatan dapat lebih seimbang. Adapun dalam Perpres, besaran iuran untuk peserta mandiri kelas III sama dengan penerima bantuan iuran jaminan kesehatan, yakni Rp 42 ribu per bulan.

Namun, khusus tahun ini, peserta mandiri hanya perlu membayar Rp 25.500 per orang per bulan. Sementara pemerintah akan menanggung sisanya sebesar Rp 16.500.

Sedangkan untuk iuran untuk peserta mandiri kelas II dan kelas III ditetapkan masing-masing sebesar Rp 100 ribu dan Rp 150 ribu yang akan mulai berlaku pada 1 Juli 2020. Meski begitu, Fachmi belum bisa menyampaikan angka pasti proyeksi kondisi keuangan BPJS Kesehatan tahun ini.

Reporter: Agatha Olivia Victoria