Antisipasi Resesi di Kuartal III, Ekonom Sarankan Bansos Diganti BLT

ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya/NZ
Warga menerima bantuan sosial (Bansos) tahap dua Provinsi Jawa Barat, di Kelurahan Harapan Jaya, Cibinong, Bogor, Jawa Barat, Kamis (23/7/2020). Ekonom INDEF menyarankan pemerintah menyalurkan bansos dalam bentuk BLT bukan bahan pokok untuk mendorong daya beli.
28/7/2020, 19.51 WIB

Institute For Development of Economics and Finance atau Indef meminta pemerintah mengganti jenis bantuan sosial (Bansos) dalam bentuk bahan pokok menjadi bantuan langsung tunai (BLT) untuk mengantisipasi risiko terjadinya resesi pada kuartal III 2020.

Hal ini diharapkan dapat mendorong daya beli masyarakat sehingga peningkatan permintaan barang tidak hanya terjadi pada sektor kebutuhan pokok.

Direktur Eksekutif Indef Tauhid Ahmad mengatakan bahwa sebagian besar warga terdampak pandemi virus corona merasa tidak puas dengan adanya bansos dalam bentuk sembako. Pasalnya, nilainya sangat rendah atau paling banyak hanya memenuhi kebutuhan sebesar 20-30% sehingga permintaan untuk barang-barang lain tak terpenuhi.

"Kalau bentuk tunai otomatis perputaran ekonomi sesuai dengan jalur tata niaga bisa kembali hidup perekonomian," kata Tauhid kepada Katadata.co.id, Selasa (28/7).

Menurut dia, sinyal-sinyal resesi di Indonesia telah diprediksi muncul pada kuartal III tahun ini. Sebab, angka Purchasing Managers’ Index (PMI) masih menunjukkan di bawah level normal yakni sebesar 50 yang artinya aktivitas ekonomi menurun.

Kondisi ini pun sulit terhindarkan akibat melambatnya aktivitas produksi dan distribusi. Ini menyebabkan potensi investasi yang masuk akan menurun, bahkan dapat menyebabkan investor memilih untuk merelokasi modalnya ke negera-negara yang cenderung lebih aman.

Indikasi itu tercermin pada realisasi investasi yang tercatat sebesar Rp 191,9 triliun pada kuartal II. Jumlah tersebut turun 4,3% dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya atau 8,9% dibandingkan kuartal I-2020.

Dari realisasi tersebut, sebanyak Rp 94,3 triliun merupakan penanaman modal dalam negeri (PMDN) dan Rp 97,6 triliun adalah penanaman modal asing (PMA). Keduanya merosot 1,4% dan 6,9% secara tahunan. "Agar daya beli tumbuh atau ekonomi berkembang maka syaratnya pandemi harus segera diselesaikan," kata dia.

Lebih lanjut, Tauhid meminta pemerintah agar meningkatkan kerja sama diplomasi dengan negara-negara yang telah pulih dari serangan wabah seperti Tiongkok dan Vietnam. Langkah seperti ini agar semakin memudahkan perdagangan internasional dan impor bahan baku industri manufaktur.

"Memang perlu ada pendekatan khusus dengan negara-negara mitra dagang yang resesinya hanya sampai kuartal II," kata dia.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto memperkirakan Indonesia akan masuk jurang resesi pada kuartal III. Sebab, pertumbuhan ekonomi diperkirakan minus dalam dua kuartal secara beruntun.

Meskipun terjadi resesi, Airlangga masih optimistis di kuartal IV pertumbuhannya akan kembali membaik. "Di kuartal kedua diperkirakan minus 3,4%, kuartal ketiga minimal kita bisa naik dengan proyeksi minus 1%," ujarnya.

Sedangkan Bank Indonesia (BI) memperkirakan peningkatan risiko resesi ekonomi dunia terjadi pada kuartal II dan III tahun ini. Hal ini disebabkan oleh pandemi virus corona yang semakin meluas ke hampir ke seluruh negara.

"Risiko resesi ekonomi dunia terutama terjadi pada kuartal II dan III 2020, sesuai dengan pola pandemi Covid-19," kata Gubernur BI Perry Warjiyo dalam video konferensi di Jakarta, Selasa (14/4).

Menurut Perry, risiko resesi ekonomi global pada tahun ini dipengaruhi oleh menurunnya permintaan komoditas serta terganggunya proses produksi. Kondisi ini sejalan dengan kebijakan pembatasan mobilitas warga oleh sejumlah negara untuk mengurangi risiko penyebaran Covid-19.

Reporter: Tri Kurnia Yunianto