BCA Bakal Pangkas Lagi Bunga Deposito

KATADATA |
Ilustrasi. Dana pihak ketiga BCA per Januari 2021 masih tumbuh mencapai 20% dibandingkan periode yang sama tahun lalu menjadi Rp 833 triliun.
Penulis: Agustiyanti
27/2/2021, 08.35 WIB

Bank Indonesia kembali memangkas bunga acuan 0,25% menjadi 3,5%, rekor terendah sepanjang sejarah. PT Bank Central Asia Tbk pun bakal merespons kebijakan tersebut dengan kembali menurunkan bunga deposito.

"Kami akan segera turunkan lagi bunga deposito menjadi 2,9%," ujar Direktur Utama BCA Jahja Setiatmadja kepada Katadata.co.id, Jumat (26/2).

Meski demikian, ia tak menyebut kapan bunga deposito yang baru akan berlaku. Saat ini, rata-rata bunga deposito BCA untuk seluruh nominal simpanan dan tenor hanya 3%. Tingkat bunga ini merupakan yang terendah di perbankan.

Jahja mengakui terjadi perpindahan dana nasabah, baik dari deposito, giro, maupun tabungan ke istrumen lain, seperti ORI. Namun hingga saat ini, likuiditas BCA masih sangat baik.

Berdasarkan laporan bulanan BCA, dana pihak ketiga per Januari 2021 masih tumbuh mencapai 20% dibandingkan periode yang sama tahun lalu menjadi Rp 833 triliun.

Pertumbuhan tertinggi terjadi pada giro yang melonjak dari Rp 181,54 triliun menjadi Rp 225,69 triliun. Tabungan naik dari Rp 347,51 triliun menjadi Rp 417,32 triliun, sedangkan deposito naik dari Rp 163,4 triliun menjadi Rp 189,98 triliun.

Asisten Gubernur Kepala Departemen Kebijakan Makroprudensial BI Juda Agung mengatakan, rendahnya suku bunga simpanan perbankan mendorong rumah tangga kelas menengah atas mencari instrumen lain dengan imbal hasil alias return yang tinggi. "Ini terlihat mereka mulai berinvestasi saham, emas, pasar modal, obligasi, dan lainnya," ujar Juda pekan lalu.

Penjualan emas Antam tercatat melonjak 147,23% pada kuartal ketiga 2020 jika dibandingkan dengan kuartal sebelumnya. Di sisi lain, jumlah investor di pasar modal naik 55,85% selama tahun lalu.

Berdasarkan bahan paparannya, return instrumen investasi pada kuartal keempat 2020 memang cukup tinggi. Emas mencatatkan imbal hasil tertinggi yakni 27,54%, disusul saham LQ45 sebesar 23%, nilai aktiva bersih reksa dana 12%, dan ORI 019 5,79%. Kemudian, ORI 018 sebesar 5,7%, reksadana 5,57%, deposito tiga bulan 4,38%, serta properti 1,56%.

Mayoritas instrumen investasi yang diminati investor baru antara lain reksadana, obligasi, dan saham. Minat masyarakat terhadap surat berharga negara (SBN) didorong oleh kemampuan obligasi negara untuk diperjualbelikan serta adanya peningkatan harga di pasar sekunder.

 Pangsa kepemilikan saham investor ritel juga terus naik didorong kelompok rumah tangga menengah atas dengan nominal di atas Rp 10 juta dengan pangsa 82,4%. Hal tersebut seiring dengan penurunan suku bunga deposito. Menurut Juda, perpindahan dana dari simpanan tak hanya terlihat pada kelas menengah ke atas.

"Tabungan di bawah Rp 100 juta juga mencari outlet penempatan dengan return tinggi," kata dia.

Tak hanya di instrumen keuangan, masyarakat pun mulai memilih berinvestasi di sektor properti. Hal tersebut terlihat dari pertumbuhan penjualan dengan harga Rp 1,5-4 miliar yang bukan dijadikan sebagai rumah tinggal. Juda menyebutkan, hal tersebut terlihat dari rasio kartu keluarga (KK) dengan sertifikat rumah sekitar 42%.

"Ini artinya satu KK sudah dipakai untuk berbagai sertifikat," ujarnya.

Preferensi masyarakat untuk membeli rumah di masa pandemi cukup tinggi yakni mencapai 60%. Bahkan, minat investasi properti meningkat pada tahun 2021. Berdasarkan survei rumah.com, 21% responden membeli properti dengan tujuan investasi, meningkat dari 18% pada tahun lalu.