Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) kembali memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini dari 3,7% menjadi 3,3%. Lonjakan kasus pada awal kuartal III 2021 menahan laju pemulihan yang mulai membaiknya sejak kuartal kedua.
"Pemulihan Indonesia telah tertunda oleh pembatasan dan ketidakpastian baru karena varian Delta Covid-19 menyebar dengan cepat," tulis dalam laporan OECD Economic Outlook edisi Desember 2021 yang dikutip Selasa, (14/12).
Meski demikian, OECD memperkirakan seluruh komponen pengeluaran dalam Produk Domestik Bruto (PDB) akan tumbuh positif. Konsumsi rumah tangga diperkirakan tumbuh 1,6%, berbalik setelah terkontraksi 2,7% pada tahun lalu. Konsumsi pemerintah melanjutkan pertumbuhan 4,2% dari pertumbuhan 1,9% tahun lalu. Sementara investasi tumbuh 3,4% setelah terkontraksi cukup dalam 4,9% tahun 2020.
Kinerja perdagangan internasional akan tumbuh dua digit. Ekspor diperkirakan tumbuh 21,7% tahun ini setelah kontraksi 7,7%. Impor juga akan melompat dengan pertumbuhan 19,1% dari kontraksi 14,7%. Dengan berbagai perkembangan tersebut, net ekspor diperkirakan bisa tumbuh 1,1% tahun ini.
OECD juga memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat tumbuh lebih cepat rata-rata di atas 5% pada 2022 dan 2023. Optimisme ini didukung situasi pandemi yang berangsur normal yang dapat mendorong permintaan konsumen dan kepercayaan investor makin membaik.
Konsumsi rumah tangga dan investasi diperkirakan tumbuh di atas 5% pada tahun depan dan semakin kuat di tahun 2023. Namun konsumsi pemerintah yang tahun lalu menjadi satu-satunya sumber pertumbuhan positif, akan berangsur melambat dua tahun mendatang. Ekspor dan impor juga diperkirakan akan tumbuh melambat hingga 2023.
OECD memberikan catatan, laju pemulihan di dua tahun mendatang juga masih akan sangat bergantung pada kecepatan vaksinasi. Pemerintah disarankan untuk mengakselerasi vaksinasi khususnya di awal tahun depan, dengan begitu berbagai restriksi mulai bisa dilonggarkan.
Selain itu, OECD juga menyarankan agar pemerintah meningkatkan investasi untuk pengembangan keterampilan sumber daya manusia (SDM), infrastruktur, dan perlindungan sosial. Ini akan mendorong pemulihan ekonomi yang berkelanjutan dan inklusif.
"Hal ini dapat dibiayai dengan meningkatkan pendapatan negara sembari merealokasi pengeluaran dari subsidi yang tidak tepat sasaran," tulis laporan tersebut.
Proyeksi Bank Pembangunan Asia
Laporan outlook ekonomi terbaru yang dirilis oleh Bank Pembangunan Asia (ADB) lebih optimistis. Lembaga ini memperkirakan perekonomian Indonesia tumbuh 3,5% pada tahun ini, tidak berubah dari prediksi awal.
Perekonomian Indonesia diperkirakn akan tumbuh semakin kuat pada kuartal terakhir tahun ini. Konsumsi dan investasi yang melambat di kuartal ketiga lalu diperkirakan bisa tumbuh kuat di kuartal keempat ini. Ekspor impor yang melonjak beberapa bulan terakhir juga masih cukup tinggi di sisa tiga bulan terakhir 2021.
"Proyeksi untuk tahun 2021 dipertahankan pada 3,5% dan ditingkatkan untuk tahun 2022 dari 4,8% menjadi 5,0%," tulis laporan ADB terbaru bertajuk Asian Development Outlook Supplement edisi Desember 2021.
Outlook untuk pertumbuhan ekonomi beberapa negara ASEAN lainnya juga membaik, terutama Filipina, Thailand dan Singapura diprediksi tumbuh lebih kuat dari proyeksi sebelumnya. Singapura diproyeksikan bisa tumbuh 6,9% tahun ini dari proyeksi September lalu 6,5%. Padahal negeri singa ini juga sempat menghadapi lonjakan Delta yang cukup tinggi beberapa bulan terakhir.
Thailand yang semula diperkirakan tumbuh 0,8% kemudian dinaikkan menjadi 1%. Begitu juga Filipina diproyeksikan bisa tumbuh 5,1%, dari proyeksi sebelumnya 4,5%. Sementara prospek ekonomi Malaysia diturunkan dari perkirakan bisa tumbuh 4,7%, dipangkas menjadi 3,8%. Proyeksi pertumbuhan ekonomi Vietna, juga diturunkan dari 3,8% menjadi hanya 2%.