Bank Dunia Peringatkan Lesunya Ekonomi Cina Berdampak ke Indonesia

ANTARA FOTO/REUTERS/Carlos Garcia Rawlins/aww
Ilustrasi. Bank Dunia memperkirakan perekonomian Cina tahun ini tumbuh 5%, lebih rendah dari perkiraan sebelumnya sebesar 5,4%.
Penulis: Abdul Azis Said
Editor: Agustiyanti
5/4/2022, 16.34 WIB

Bank Dunia memperingatkan perlambatan ekonomi di Cina menjadi salah satu risiko yang bisa mengoreksi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Namun demikian, dampaknya lebih minim dibandingkan negara ASEAN lainnya, seperti Malaysia dan Thailand.

"Efek dari simulasi perlambatan 1% di Cina berdampak pada  penurunan 0,1 poin persentase di tingkat pertumbuhan Indonesia hingga penurunan hampir 0,6 poin persentase di Malaysia," kata Bank Dunia dalam laporannya, Selasa (5/4).

Dampak perlambatan ekonomi Cina ke Indonesia relatif lebih baik dibandingkan negara ASEAN lainnya. Pertumbuhan ekonomi Filipina berpotensi turun 0,2% dan Thailand 0,5%.  Risiko yang dihadapi Indonesia bahkan lebih rendah jika dibandingkan potensi penurunan tingkat pertumbuhan ekonomi Asia Timur dan Pasifik secara keseluruhan sebesar 0,3% akibat lesunya ekonomi Cina. 

Dalam laporan tersebut, Bank Dunia juga membuat simulasi apabila terjadi shock di ekonomi AS yang menyebabkan pertumbuhannya turun 1%. Hasilnya, dampak perlambatan ekonomi di Amerika akan lebih besar ketimbang risiko dari Cina. Perlambatan ekonomi AS berpotensi menurunkan pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 0,2%.

Risiko penurunan pertumbuhan ekonomi RI akibat shock di ekonomi AS ini juga lebih rendah dibandingkan rata-rata penurunan pertumbuhan ekonomi kawasan Asia Timur dan Pasifik sebesar 0,4 point presentasi. Dampak perlambatan ekonomi Amerika akan menyebabkan penurunan 0,2 poin persentase di Filipina, 0,5% di Thailand dan 0,8% di Malaysia. 

"Guncangan pertumbuhan yang berasal dari Cina atau Amerika Serikat akan berdampak pada ekonomi Asia Timur dan Pasifik lainnya melalui perdagangan bilateral, termasuk perdagangan barang setengah jadi melalui rantai pasokan global dan regional, perdagangan jasa, dan arus keuangan, termasuk investasi langsung asing (FDI)," kata Bank Dunia.

 Ekonomi negara tembok raksasa ini menghadapi dua risiko perlambatan.

Risiko pertama ,yakni kebangkitan Covid-19. Kenaikan kasus Covid-19 selama beberapa bulan terakhir akan memukul sisi permintaan dan berdampak terhadap produksi meskipun relatif terbatas. Risiko kedua, penurunan  pada nilai perdagangan dan perlambatan ekonomi global.

"Dampak dari kombinasi shock tersebut signifikan ke pertumbuhan ekonomi. Simulasi menunjukkan bahwa guncangan ini dapat mengurangi sekitar 1,6% dari proyeksi awal pertumbuhan tahun ini, kecuali jika diimbangi dengan stimulus penyeimbang tambahan," kata Bank Dunia.

Dana Moneter Internasional (IMF) sebelumnya memperingatkan perlambatan ekonomi Cina menjadi salah satu risiko yang bisa mengubah jalur dasar proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Kombinasi perlambatan yang lebih tajam dari perkiraan di sektor properti, Covid-19, dan respons kebijakan yang tidak memadai memunculkan risiko perlambatan tajam kegiatan ekonomi Cina. IMF mengkategorikan risiko ini pada level medium.

"Dampaknya ke ekspor yang lebih lemah, berkurangnya aliran masuk FDI, meningkatnya ketidakpastian yang mengarah pada investasi yang lebih lemah," kata IMF dalam Article IV Consultation 2022 pada akhir bulan lalu.

IMF menyarankan fleksibilitas nilai tukar untuk mengurangi dampak dari terms of trade (TOT) yang lebih lemah. Kebijakan fiskal dan moneter perlu untuk melunakkan dampak dari penyesuaian TOT, mempercepat reformasi struktural, serta meningkatkan upaya liberalisasi perdagangan.

Reporter: Abdul Azis Said