Heru Pambudi Buka Suara Usai Diseret Mahfud MD Soal Transaksi Rp 189 T

ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/nym.
Dirjen Pajak Kementerian Keuangan Suryo Utomo (kiri) bersama Sekretaris Jenderal Kemenkeu Heru Pambudi (kanan) memberikan keterangan pers terkait dengan kasus kepegawaian di Jakarta, Rabu (8/3/2023).
Penulis: Abdul Azis Said
Editor: Yuliawati
31/3/2023, 16.15 WIB

Mantan Dirjen Bea Cukai Kemenkeu yang saat ini menjabat sebagai Sekjen Kemenkeu Heru Pambudi buka suara setelah disebut-sebut namanya oleh Menko Polhukam Mahfud MD dalam penjelasan transaksi mencurigakan Rp 189 triliun. Mahfud menyebut surat PPATK yang diserahkan kepada Heru, tak sampai ke meja Menteri Keuangan Sri Mulyani.

Mahfud MD dalam rapat di Komisi III DPR RI sebelumnya mengatakan PPATK menemukan transaksi mencurigakan di bidang kepabeanan sebesar Rp 189 triliun dari 15 entitas. Temuan itu sudah disampaikan ke Kemenkeu lewat Dirjen Bea Cukai saat itu dan Irjen Kemenkeu Sumiyati pada 2017 dan 2020. Namun informasi itu diduga tak sampai ke Sri Mulyani dan tak pernah ditindaklanjuti.

Menanggapi hal itu, Heru Pambudi mengatakan informasi dari PPATK pertama pada 2017 sudah diterima. Laporan itu diterima sekaligus dalam rapat koordinasi untuk gelar perkara mengenai pengawasan komoditi emas. Temuan PPATK itu menyangkut aktivitas perdagangan emas ilegal.

Heru menyebut saat itu dirinya hadir didampingi kepala humasnya dan dua orang dari Itjen, salah satunya Irjen yang menjabat saat itu Sumiyati.

"Apa yang dibahas di situ? Kami membahas mengenai melihat data bersama, kemudian melihat modus dan kita menyepakati membentuk tim operasional," kata Heru kepada wartawan di Kantor Kemenkeu, Jumat (31/3).

Tim teknis yang dibentuk dari gelar perkara itu kemudian melakukan beberapa tugas. Di antaranya pengawasan dan literasi kepabeanan, pajak dan tindaklanjut dari dugaan TPPU itu sendiri.

Mahfud sebelumnya mengatakan PPATK pernah mengirimkan temuan transaksi dugaan pencucian uang oleh 15 entitas yang mengimpor emas batangan. Nilai transaksinya mencapai Rp 189 triliun dalam laporan yang diserahkan 2020. Tetapi sebetulnya entitas yang sama pernah dilaporkan pada 2017 oleh PPATK dengan dugaan transaksi pencucian uang Rp 180 triliun.

Namun, Mahfud menilai Kemenkeu tidak menindaklanjuti temuan itu dari sisi kepabeanan. Di sisi lain, 15 entitas itu kata Mahfud justru diperiksa dari sisi kepatuhan pajaknya sehingga pengembalian ke negara menjadi lebih kecil.

Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengatakan pada 2016 memang anak buahnya pernah menindak eksportir emas karena diduga melakukan tindakan pidana kepabenanan. Kasus bergulir hingga peninjauan kembali, dengan hasil pihak bea cukai diputuskan kalah. Artinya, eksportir tersebut tidak terbukti melakukan pidana kepabeanan.

"Ketika pidana asalnya itu tidak terbukti oleh pengadilan, ya TPPU enggak maju, maka 2019 TPPU enggak maju," kata Suahasil dalam acara yang sama dengan Heru.

Pada 2020, Suahasil menyebut petugas bea cukai kembali memantau entitas yang sama karena diketahui mengulang modus kejajatan yang sama. Karena itu, Bea Cukai kembali meminta data PPATK terkait perusahaan-perusahaan tersebut.

Namun, Suahasil menyebut pihaknya sudah pernah kalah dalam gugatan yang sama. Dari histori itu, pada Agustus 2020 kemudian Kemenkeu memutuskan untuk mengejar dari sisi kepatuhan pajaknya karena dari sisi kepabeanan sudah pernah kalah.

Reporter: Abdul Azis Said