Jarum jam di dinding hampir menunjukkan pukul 12 siang. Puluhan pekerja masih larut dalam memintal serat pohon pisang atau abaca fiber di Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM). Ini di bengkel anyam milik Djunaedi di Jalan Sukarela, Kota Palembang, Sumatera Selatan.
ATBM merupakan satu dari sekian peralatan utama dalam proses pembuatan kerajinan berbahan dasar serat abaca yang diproduksi oleh CV Natural. Semua alat di sana hanya bermodalkan palu, paku dan lem. Suara bising dari putaran mesin nyaris tak terdengar.
Dengan proses pembuatan secara manual, satu buah karpet setidaknya memakan waktu hingga dua minggu. Sebelum dianyam, serat abaca harus dipintal oleh belasan pekerja di ujung ruangan.
Sejumlah produk seperti karpet, keset kaki hingga seperangkat tatakan meja saat ini telah dipasarkan ke beberapa negara, terutama Amerika Serikat, Belgia, Inggris, Turki, dan Malaysia.
"Saya impor abaca dari Filipina dan Ekuador. Dalam sebulan saya bisa impor satu kontainer atau sekitar 11 ton abaca fiber,” ujar Djunaedi. Pria 71 tahun tersebut mengatakan, ia bisa mendapatkan omset sekitar US$ 60 ribu atau sekitar Rp 880 juta per bulan.
Nilai omset tersebut didapat dalam kondisi normal. Sekarang permintaan pasar terhadap produknya menurun akibat pandemi Covid-19. Kini, omset penjualannya sekitar 40 persen saja atau US$ 30 – 35 ribu per bulan.
Pria bergelar sarjana Fakultas Teknik Universitas Indonesia ini mengklaim merupakan satu-satunya produsen karpet buatan tangan berbahan baku abaca di Tanah Air. Harga karpet yang dijual bervariasi, bergantung pada ukuran. "Di banderol Rp3 juta per meter," ujarnya. Biaya produksi berbahan baku impor juga perlu ditambah pembayaran bea masuk lima persen yang harus disetor ke negara.
Kiprah impor dan ekspor CV Natural tersebut kini dilirik Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean B Palembang untuk diberikan fasilitas kemudahan impor tujuan ekspor (KITE). Program KITE memfasilitasi perdagangan dan industri di bidang kepabeanan dan cukai untuk meningkatkan pertumbuhan industri IKM yang mengimpor bahan mentah kemudian mengolahnya lalu mengekspornya kembali.