Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Salahuddin Uno, pada April lalu meluncurkan program “Kharisma Event Nusantara (KEN) 2021”. Ini sebagai upaya menggerakkan kembali roda perekonomian di sektor pariwisata dan ekonomi kreatif, terutama di bidang event.
Kemunculan nama baru dari sebelumnya Calender Of Event yang dimulai pada era Arief Yahya sangat menarik untuk dijelajahi akan peluang, tantangan, dan harapan di masa depan. Hal tersebut selaras dengan perkembangan industri event yang masih berjuang untuk kembali normal.
Pergantian nama tersebut tidak sekadar pemanis. Sudah dirasa mendesak perlunya kebijakan payung untuk tata kelola menyeluruh sebagai buku putih bagi trisula industri yaitu event, pariwisata, dan kreatif.
Sebagai penyempurnaan dari Calendar of Event (COE), KEN didorong sebagai media untuk. mempertahankan jumlah lapangan kerja dan mendorong perekonomian Indonesia. Posisi dari perubahan tersebut tetap jelas, sebagai tindak lanjut dari arahan Presiden Joko Widodo.
Dilansir dari situs resmi Kemenparekraf, KEN 2021 memiliki keunggulan dan keunikan tersendiri yang akan merangkum berbagai macam acara di seluruh provinsi, mulai dari tingkat desa, kelurahan, hingga provinsi. Sepanjang penyelenggaraan 2021, para pelaku event terutama yang telah terpilih pada data KEN, diwajibkan menerapkan protokol Cleanliness, Health, Safety, and Environmental Sustainability (CHSE).
Event langganan tiap tahun kian dituntut berbenah dan beradaptasi secara maksimal agar tidak tergilas atau bahkan hilang akibat berbagai perubahan kebijakan yang cukup fundamental. Penyesuaian manajemen cipta kelola dengan keselarasan teknologi adaptif menuntut pengelola harus bergegas meningkatkan skill dan kapasitas.
Perbedaan signifikan adalah KEN sangat selektif dalam memilih event yang masuk dari seluruh penjuru nusantara. Kualitas menjadi kunci dan tidak lagi kuantitas.
Periode sebelumnya identik dengan angka 100, maka tahun ini hanya terdapat 83 event yang mencangkup 34 provinsi di Indonesia. Event yang masuk dibagi menjadi beberapa kategori, yakni event terbaik berbasis adaptasi, event skala internasional, nasional, regional dan reguler.
Perbedaan mencolok kali ini yakni pendekatan kualitas kian dikedepankan ketimbang kuantitas Mekanisme kuratorial sebagai suatu sistem seleksi dilakukan oleh para ahli dengan beranggotakan Joshua Puji Simanjuntak (ketua), Heru Prasetya (kurator budaya), Eko Supriyanto (kurator seni pertunjukan), Ignasius Galih (kurator Ekraf), Yuki Nata dan Debora Saron (kurator manajemen event).
Respons progresif, atraktif, dan kreatif dengan tetap mempertahankan identitas event sekaligus persisten menghadapi tantangan transisi pandemi terus digelorakan, diantaranya melalui Festival Tidore (Maluku Utara, 9 April), International Mask Festival (Solo, 11-12 Juni), dan Festival Teluk Jailolo (Halmahera Barat, 9-12 Juni). Juga dalam Solo International Performing Arts (Solo, 7-9 Oktober), Ubud Writers And Readers Festival (Bali, 8-17 Oktober), serta Indonesia Contemporary Art & Design (Jakarta, 21 Oktober – 28 November).
Penyusutan jumlah dari 100 menjadi hanya 83 tersebut tetap tidak mengurangi kesakralan dan animo provinsi untuk tetap merakit bangun event berkualitas di daerahnya. Menjadi suatu potensi raksasa bila kolektivitas berbagai event yang berserak senusantara dapat dikelola sekaligus diberdayakan sebesar-besarnya bagi kesejahteraan masyarakat.
Ekosistem besar tersebut perlu di-manage secara terintegrasi sebagai arsitektur kesatuan dari bangunan trisula industri: event, pariwisata, dan kreatif. Dampak nyata yang berpotensi dapat memantik semangat persatuan serta identitas bangsa menuju ketahanan, kemandirian dan kedaulatan nasional.
Sandiaga menguatkan tiga strateginya yang menjadi filosofi program kerjanya, yaitu inovasi, adapatasi, dan kolaborasi. Penerapan strategi tersebut besar harapan dapat menciptakan kegembiraan, keterikatan, pengalaman dan pemberdayaan.
Kelembagaan Kolaboratif Produktif: Masa Depan Buku Putih?
Dikutip dari Guru Besar Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB, Hariadi Kartodihardjo dalam 1000 Gagasan Pembangunan Ekonomi Tanpa Merusak Lingkungan, menyatakan gelontoran investasi akan diikuti adanya dampak posistif terutama bagi ekonomi, dan dampak negatif terutama bagi lingkungan hidup, dapat menjadi titik awal bagaimana pembangunan itu seharusnya berjalan.
Korelasinya memunculkan tafsir bahwa sudah saatnya buku putih cipta kelola “Kharisma Event Nusantara” dibuat sekonstruktif mungkin agar berdampak positif secara lestari dan memberi manfaat luas bagi seluruh pelaku industri yang terkait. Alasanya adalah kekuatan Indonesia sungguh luar biasa, terdiri dari 34 propinsi, 416 kabupaten, 98 kotamadya, 7.094 kecamatan, 8.480 kelurahan, dan 74.957 desa. Dengan sebaran data tersebut, nilai investasi dan aktor yang terlibat ditambah sektor daya dukung lingkungan menjadi pekerjaan rumah yang harus segera disinkronkan.
Buku putih cipta kelola Kharisma Event Nusantara diharapkan menjadi acuan penting yang mampu secara kokoh mengatur lima hal penting yang patut dipertimbangkan. Pertama, tata cipta event berkualitas yang mengupas tuntas event management secara komprehensif. Pola penciptaan dan standar operation procedure yang lengkap mengulas berbagai kondisi sehingga event tersebut akan mampu menjadi “iconic” kuat destination tersebut.
Kedua, pembentukan sumber daya manusia yang handal sebagai creator. Pembekalan menyeluruh hal–hal yang bersifat teknis mutlak diperlukan sebagai prinsip man behind the gun yang solid.
Ketiga adalah pengaturan manajemen kolaborasi konstruktif yang melibatkan institusi pendidikan, pengusaha dan pemerintah. Keempat, manajemen teknologi dan digitalisasi. Dengan penguatan pada dimensi ini maka akan semakin memperkokoh pondasi termasuk penyelarasan penerapan internet of things serta optimasi big data.
Terakhir, manajemen lingkungan untuk menghasilkan sebuah pola yang memperhitungkan dengan cermat daya dukung lingkungan terhadap integrasi ke tiga sektor industri tersebut (event, pariwisata dan kreatif).
Potensi, suatu event tidak lantas “berhenti” atau “stagnasi” karena ada “model kompetisi-kompetisian” berpotensi menjadi ruang mengancam. Kelestarian “event” tertentu di suatu lokasi perlu terus dipupuk agar menjadi lokomotif penggerak tiga industri tersebut sehingga menjadi lebih lestari. Perlu daya dukung eksplorasi kelembagaan yang “menyatukan” menjadi lebih ekstra untuk dibenahi, bukan sekedar masuk ke area “tatanan teknis” semata.
Peta e-tourism 4.0 menjadi bagian menantang dalam penyusunanan buku putih. Tantangan ini menghadirkan suatu optimisme bahwa level pencapaian kualitas dapat kita retas sampai level terbawah (RT/RW). Kelembagaan perlu tersusun rapih dan tepat guna agar dapat melakukan monitoring, controlling, dan supporting untuk semua event yang dikelola.
Ego sektoral sudah harus terus dikikis menuju kelembagaan yang “menyatu” tanpa kehilangan identitas. Era new nation branding berpotensi hadir secara solid untuk semua cipta kelola event baik yang lolos atau tidak lolos kurasi dan dapat membongkar sekat-sekat kontra produktif. Kaji evaluasi tentang pergerakan dalam peta besar menjadi kebutuhan sangat penting.
Selamat datang new Kharisma Event Nusantara dan saatnya memperkuat kolaborasi untuk Indonesia berdaya. Teruslah bangga dengan karya “event” buatan dalam negeri.
Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke opini@katadata.co.id disertai dengan CV ringkas dan foto diri.