Industri telekomunikasi tengah mengalami pergeseran. Layanan suara (voice) dan pesan pendek (SMS) berangsur-angsur ditinggalkan pelanggan. Kini, pelanggan lebih membutuhkan paket data agar bisa mengakses Internet setiap saat.
Hal itu tentu sebuah tantangan yang harus siap dihadapi operator telekomunikasi. Apalagi persaingan ketat antarsesama operator terus berlanjut. Bentuknya berupa perang tarif sehingga tingkat keuntungan para operator kian mengecil.
Selain itu, para operator juga harus menghadapi dominasi PT Telkomsel, anak usaha PT Telekomunikasi Indonesia Tbk sebagai penguasa pasar. "Susah kalau kita bicara industri seluler, itu tergantung Telkomsel," kata Presiden Direktur PT Indosat Ooredoo Tbk Alexander Rusli dalam wawancara khusus dengan Tim Katadata: Metta Dharmasaputra, Ade Wahyudi dan Maria Yuniar, di Jakarta, Rabu (15/6) lalu.
Secara blak-blakan, dia menguraikan praktik monopoli di bisnis telekomunikasi dan strategi Indosat menghadapi berbagai hambatan serta upaya pengembangan bisnisnya. Berikut petikan wawancaranya.
Bagaimana kinerja bisnis layanan suara dan SMS di tengah peningkatan pengguna layanan data?
Penggunaan voice dari bulan ke bulan dan tahun ke tahun itu flat, malah cenderung menurun. Kalau SMS jelas turun. Data yang meningkat gila-gilaan. Namun, profitabilitas dari data itu sangat kecil dibandingkan dengan voice dan SMS.
Apakah kondisi ini juga terjadi di luar negeri?
Tren ini sebenarnya sama di semua negara. Data itu memang profitabilitasnya sangat rendah. Tapi di Indonesia, itu jauh lebih rendah karena jumlah pengguna per bulan memang kecil. Yang menarik, sekarang definisi industri telekomunikasi sedang bergeser.
Bergeser ke mana?
Itu belum jelas. Industri telekomunikasi itu akan selalu memiliki yang namanya bisnis infrastruktur. Bisnis infrastruktur itu bisnis yang berlisensi dari pemerintah. Namun, industri telekomunikasi dunia mulai masuk ke hal-hal lain. Contohnya, XL Axiata masuk ke e-commerce melalui investasi besar-besaran di Elevenia. Kami masuk di mobile financial service seperti mobile money melalui Dompetku, Dompetku Plus dan Dompetku Pinjaman Uang. Jadi semua nomor Indosat itu bisa menjadi seperti rekening bank, bisa transfer uang. Kami juga masuk ke mobile advertising, untuk menempatkan iklan digital supaya lebih murah. Sementara itu, perusahaan telekomunikasi Singapura, Singtel juga sudah masuk ke big data dan mobile advertising.
Jadi, bagaimana pertumbuhan industri telekomunikasi saat ini?
Susah kalau kita bicara industri seluler, itu tergantung Telkomsel. Pertumbuhannya ditandai oleh growth Telkomsel. Jadi, rata-rata industri itu tidak ada. Misalnya, Telkomsel mengalami pertumbuhan yang baik pada suatu tahun, dan operator lainnya tidak, maka rata-rata industri tetap bagus. Begitu pula sebaliknya. Kalau Telkomsel mengalami tahun yang buruk saat operator lain mencatatkan kinerja yang bagus, maka industri tetap dianggap menghadapi masa yang buruk.
Mengapa bisa seperti itu?
Industri telekomunikasi in terms number of subscribers, tidak ada penambahan jumlah pelanggan baru. Secara total, yang ada pergeseran dari kita pindah ke mereka, mereka pindah ke kita. Jadi kenaikan jumlah pelanggan yang dinikmati oleh Indosat selama dua tahun terakhir itu tidak berjumlah masif.
Apa saja strategi yang dijalankan Indosat untuk menghadapi kondisi ini?
Kami masuk di mobile financial service seperti mobile money melalui Doompetku. Jadi, semua nomor Indosat itu bisa menjadi seperti rekening bank. Bisa transfer uang. Kami juga masuk ke mobile advertising, untuk menempatkan iklan digital supaya lebih murah. Sementara itu, Singtel juga sudah masuk ke big data dan mobile advertising.
Lantas, seperti apa persaingan antar-operator telekomunikasi?
Harus dilihat, (perbedaannya) di Jawa-Bali dan di luar Jawa-Bali. Di Jawa-Bali ini kompetisinya tinggi. Kami tidak merasakan adanya aktivitas monopoli. Kompetisi di Jawa-Bali itu bagus. Semua punya daerah masing-masing yang mereka kuasai. Kami sangat kuat di Jawa Tengah dan Jawa Timur. XL sangat kuat di Madura dan Jawa Barat. Sementara itu, Telkomsel kuat di Jakarta.
Berapa pangsa pasar masing-masing?
Tidak ada yang punya market share lebih dar 35 persen. Yang menjadi masalah itu di luar Jawa. Di luar Jawa itu, Telkomsel punya 86 persen, dan ini terus bertumbuh sampai akhirnya Indosat, XL dan lain-lain berpikir, apakah akan ada nilainya untuk melakukan bisnis di sana?
Mengapa praktik itu bisa terjadi? Bagaimana pengawasan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)?
Tidak berjalan. Ini susah. Nanti biasanya itu diadu domba dengan dividen yang harus dibayar Telkomsel. Mereka akan bilang, “Mau dividen (Telkomsel) turun? (Sedangkan Indosat) itu semuanya punya asing.” Mereka (KPPU) lupa kalau 35 persen dari Telkomsel itu milik Singtel.
Bagaimana sikap Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo)?
Kominfo itu dilema. Mereka sebenarnya suportif. Beberapa peraturan sudah diperbaiki.
Apa dampak monopoli tersebut terhadap pelanggan?
Tarif interkoneksi. Jika menelepon sesama operator akan murah atau bahkan gratis. Namun ke operator lain itu mahal. Misalnya, jika ada pelanggan Telkomsel mau menelepon ke Indosat, dia harus bayar biaya interkoneksi yang ada. Interkoneksi itu ditentukan oleh pemerintah. Namun, pemerintah selama ini sangat enggan menurunkan tarif interkoneksi tersebut.
Apakah tarif interkoneksi semacam ini juga ada di luar negeri?
Di luar negeri bahkan ekstrem. Interkoneksinya dijadikan Rp 1. Kecil sekali. Interkoneksi seharusnya tidak boleh menjadi barrier (penghalang).
Apa perbedaan lain persaingan bisnis telekomunikasi di luar negeri?
Di negara lain dengan kompetisi seperti ini, ada yang namanya asimetrik regulasi. Ini adalah regulasi yang pro terhadap operator kecil. Artinya, pemerintah membela yang kecil supaya cepat besar. Di sini tidak ada asimetrik regulasi sehingga akhirnya bola bergulir seperti bola salju.
Apa yang menjadi masa depan industri telekomunikasi?
Masa depan akan dipegang oleh data. Kami memang ingin mempertahankan profit dari voice dan SMS. Tapi semuanya hanya menunggu waktu, karena pengguna produk substitusi sudah terlalu banyak. Sebut saja Skype dan WhatsApp voice. Untuk SMS, ada BBM, WhatsApp dan LINE. Itu juga ditunjang ponsel smartphone yang semakin murah. So, the future is going to be data. Tapi ya, kami mempertahankan selama mungkin revenue dari voice dan SMS.