Kemenkop UKM Bentuk Tim Independen untuk Kasus Kekerasan Seksual

Kemenkop UKM
Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki (dua dari kisi) saat konferensi pers, Selasa (25/10/2022).
Penulis: Shabrina Paramacitra - Tim Publikasi Katadata
27/10/2022, 13.57 WIB

Sejak terjadi kasus kekerasan seksual terhadap pegawai Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Kemenkop UKM) pada 2019, pihak Polres Kota Bogor telah melakukan penahanan terhadap empat terduga pelaku. Selanjutnya, polisi mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) setelah korban menikah dengan salah satu pelaku pelecehan seksual.

Kemenkop UKM juga telah memberikan sanksi pemecatan kepada dua orang pegawai honorer yang melakukan tindak asusila tersebut. Sementara itu, sanksi berupa penurunan jabatan dari kelas jabatan 7 menjadi kelas jabatan 3, dijatuhkan kepada dua Pegawai Negeri Sipil (PNS) Kemenkop UKM. Sanksi tersebut berlaku selama satu tahun.

Perkembangan terakhir, keluarga korban membuka kembali kasus tindak kekerasan seksual itu dengan melaporkannya ke Lembaga Bantuan Hukum (LBH) APIK dan Ombudsman. Kemekop UKM meminta keluarga korban untuk melakukan praperadilan terhadap kasus yang sudah di-SP3.

Untuk menuntaskan kasus ini secara menyeluruh, Kemenkop UKM membentuk tim independen. Tim ini diwakili Staf Khusus Menkop UKM Bidang Ekonomi Kerakyatan M. Riza Damanik, perwakilan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan, serta aktivis perempuan Sri Nurherwati, Ririn Sefsani, dan Ratna Batara Munti.

Menkop UKM Teten Masduki menggelar konferensi pers usai bertemu dengan keluarga korban, pendamping, dan aktivis perempuan di kantor Kemenkop UKM di Jakarta, Selasa (25/10/2022).

Pertemuan itu juga dihadiri kuasa hukum LBH APIK Jawa Barat Asnifriyanti Damanik selaku pendamping hukum keluarga korban, perwakilan KAPAL Perempuan, Yayasan Kesehatan Perempuan, Jaringan Pembela Hak Perempuan Korban Kekerasan Seksual, Migrant Care, dan Yayasan Kalyanamitra.

Teten mengatakan, tim independen yang dibentuknya memiliki dua tugas utama, yakni mencari fakta dan memberikan rekomendasi penyelesaian kasus kekerasan seksual maksimal satu bulan.

“Tugas lainnya adalah merumuskan standar operasional prosedur (SOP) internal penanganan tindak pidana seksual Kemenkop UKM selama jangka waktu tiga bulan. Kita ingin momentum ini dijadikan untuk pembenahan internal,” kata Teten dalam siaran pers, dikutip Kamis (27/10/2022).

Ia menambahkan, audiensi bersama aktivis perempuan itu merupakan pertemuan untuk mencari solusi penanganan kasus kekerasan seksual. “Karena, Kemenkop UKM tidak mentolerir praktik tindak kekerasan seksual. Kalau saat ini dianggap masih belum memenuhi asas keadilan, segera kami tindak lanjuti,” paparnya.

Pihak kementerian juga siap memberikan data pendukung dan berkoordinasi intensif dengan tim independen. Sehingga, perlindungan keluarga korban dipastikan terjamin dan tidak ada intimidasi apa pun.

“Penyelesaiannya di tim independen, jadi bukan lagi dari internal Kemenkop UKM. Kami akan menggunakan momentum ini untuk pembenahan internal kementerian, supaya kami memiliki SOP untuk menangani tindak kekerasan seksual,” imbuh Teten.

Aktivis perempuan Ririn Sefsani menekankan, tahapan hukum akan terus dilakukan sehingga para pelaku mendapatkan hukuman yang setimpal. Korban pun harus mendapat perlindungan dan keadilan dalam pemenuhan hak-haknya. Ririn mengapresiasi respons Kemenkop UKM atas aduan yang dilayangkan dengan membentuk tim independen.

“Jika ini sesuai dengan waktu yang diberikan dan memiliki hasil yang baik, Kemenkop UKM ini akan menjadi role model penanganan kekerasan seksual,” ucap Ririn. Ia menambahkan, disahkannya Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) dapat menjadi payung hukum atas penanganan tindak asusila ini, sehingga korban mendapatkan jaminan perlindungan.

Tim independen akan berkoordinasi dengan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dan pihak kepolisian. “Sanksi yang ada saat ini belum memenuhi etik, dan ini menjadi tugas tim untuk melengkapi dokumen dan berikan sanksi sesuai kejahatan pelaku,” tuturnya.