Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir datang ke Deli Serdang, Sumatera Utara, untuk meninjau perkembangan pembangunan tiga pabrik minyak makan merah yang difasilitasi Holding PTPN.
Pemerintah lewat Kementerian BUMN bersama Kementerian Koperasi dan UKM sedang berpacu menyiapkan proyek percontohan minyak makan merah, minyak alternatif pengganti minyak goreng.
Menteri BUMN Erick Thohir berharap agar proyek percontohan di Sumatera Utara ini dapat diterapkan di provinsi lain di seluruh Indonesia.
"BUMN siap memfasilitasi proyek rintisan produksi minyak makan merah ini. Kita juga akan bantu pemasarannya hingga ke luar negeri seperti China dan Afrika," kata Erick dalam keterangan tertulis, Jumat (7/1).
Meski sama-sama berasal dari minyak kelapa sawit, hasil penelitian oleh Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) menemukan minyak makan merah lebih sehat dibanding minyak makan biasa karena tidak melewati proses bleaching.
Dengan begitu, warna merah buah sawit tetap dipertahankan karena di sanalah terkandung karotenoid dan fitonutrien yang kaya provitamin A dan vitamin E.
Kandungan provitamin A dapat menggantikan suplementasi vitamin A yang antara lain dapat mencegah stunting (kekerdilan) pada anak. Ini lantaran kombinasi karoten dan tokotrienol di dalamnya berperan aktif dalam meningkatkan imunitas tubuh dan menekan infeksi saluran pencernaan sehingga metabolisme gizi yang diasup anak dapat terserap maksimum.
Selain itu, komposisi asam lemak pada minyak makan merah juga berperan dalam pembentukan dan perkembangan otak, sistem regulasi hormon pertumbuhan, dan metabolisme anak.
Dibandingkan dengan minyak sawit mentah dalam bentuk Virgin Palm Oil (VPO), komposisi asam lemak jenuh Minyak Makan Merah lebih rendah dibanding VPO.
“Banyak yang belum tahu keunggulan minyak makan merah. Bahkan minyak ini, kata sebuah riset, mampu menekan kolesterol,” ujar Erick.
Sementara dari sisi harga, minyak makan merah dapat dijual dengan harga lebih murah daripada minyak goreng yang dikonsumsi masyarakat saat ini. Itu bisa diwujudkan lantaran memangkas proses penyulingan yang otomatis juga memangkas biaya produksinya.
Proyek percontohan ini dikerjakan secara gotong royong oleh sejumlah pihak. Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) bertugas menyediakan teknologi pengolahan, izin edar produk dan pengawalan mutu. Kementerian Koperasi dan UKM bertindak selaku regulator dan pemberian izin untuk operator pabrik.
Holding PTPN bertugas sebagai fasilitator penyedia sumber bahan baku (CPO), air, energi listrik, dan lahan. Sedangkan sebagai penyedia pembiayaan investasi pabrik dalam bentuk hibah ditunjuk BPDPKS.
Adapun tugas edukasi pasar dan sosialisasi produk yang dihasilkan pabrik minyak makan merah diserahkan kepada Universitas Gadjah Mada (UGM) dan Universitas Sumatera Utara (USU). Institut Teknologi Sawit Indonesia (ITSI) di Medan bersama Institut Pertanian Stiper (Instiper) Yogyakarta ditugaskan memasok sumberdaya manusia untuk pabriknya.
Selain itu, masih ada LPDB yang bertugas menyediakan pinjaman pembiayaan untuk operasional pabrik. Sedangkan Bank Mandiri bertugas menyediakan pembiayaan untuk distributor dan pemasaran produk lewat program ProMandiri.
Adapun untuk pengawalan penerbitan izin edar dan standar nasionalnya ditugaskan BPOM dan Badan Sertifikasi Nasional (BSN).
Untuk model penjualannya, nantinya akan didirikan Stasiun Pengisian Minyak Makan Merah Curah (SPM3C). Ini semacam SPBU Pertamina yang menjual Pertalite dan Pertamax. Para pedagang nantinya akan mendapat dukungan fasilitas Kredit Usaha Rakyat (KUR) dari Bank Mandiri.