IDSDB Perkuat Agenda Pembangunan Berkelanjutan Indonesia

Katadata
IDSDB Perkuat Agenda Pembangunan Berkelanjutan Indonesia (Muhammad Zaenuddin/Katadata)
1/2/2023, 14.19 WIB

Indonesia berkomitmen menerapkan Target Pembangunan Berkelanjutan (TPB) dan Pembangunan Rendah Karbon (PRK). Komitmen ini selaras dengan dorongan komunitas global dan sebagai upaya Pemerintah Indonesia meningkatkan daya saing di kancah internasional.

Untuk mendukung komitmen berkelanjutan yang tengah berjalan, Konsorsium Indeks Daya Saing Daerah Berkelanjutan (IDSDB) membentuk mekanisme pengukuran sejak 2019 dan mulai diterapkan pada 2020. Mekanisme pengukuran yang kemudian dikenal sebagai Indeks IDSDB ini dihitung dengan empat pilar, yakni inklusi sosial, tata kelola berkelanjutan, ekonomi sirkular, dan lingkungan lestari.

Periset Tim IDSDB Eduardo Edwin Ramda dalam Regional Summit 2022 yang digelar bersama Katadata dalam sesi Inovasi Kolaborasi Data di Daerah untuk Mendukung Daerah Berdaya Saing Berkelanjutan pada Kamis (01/12/2022) mengatakan, Indonesia punya daya saing yang cukup mumpuni. “Tinggal bagaimana membuat daya saing ini merata di seluruh pelosok Indonesia,” ucap Edwin.

IDSDB 2022 menempatkan tiga kabupaten dengan peringkat teratas berdasarkan akumulasi penilaian empat pilar. Di posisi pertama adalah Kabupaten Badung, Bali. Kabupaten ini berhasil menerapkan Tri Hita Karana, sebuah prinsip yang menginternalisasi cara hidup berkelanjutan.

Di posisi kedua merupakan Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur yang memperkuat kemandirian dengan program Seribu Desa Wisata. Kemudian di posisi ketiga ada Kabupaten Klungkung, Bali, yang mengolah sampah ewat program TOSS Center.

Selain itu, IDSDB 2022 juga memilih empat kabupaten yang unggul untuk masing-masing pilar. Pada pilar lingkungan lestari dimenangkan Kabupaten Malinau, Kalimantan Utara, dengan kegiatan konservasi pada 1,3 juta hektar (ha) hutan lindung Taman Nasional Kayan Mengkaran.

Kemudian pilar ekonomi dimenangkan Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur yang membudidayakan rumput laut seluas 120 ha dan dijual hingga pasar internasional. Pada pilar inklusi sosial diraih Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah, dengan sanggar inklusi untuk pemberdayaan dan peningkatan ekonomi disabilitas.

Terakhir, pilar tata kelola berkelanjutan yang dimenangkan Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat. Wilayah ini unggul dengan menerapkan Transfer Anggaran Kabupaten Berbasis Ekologi (TAKE) sebagai strategi meningkatkan status kemandirian desa.

Dalam proses pengumpulan data, Edwin mengakui belum semua daerah memiliki data yang lengkap. “Masih ada data yang bolong dan juga ada yang tidak tersedia atau tidak diukur,” ujar Edwin.

Dari 415 kabupaten yang ada di Indonesia (kecuali Kepulauan Seribu karena beda karakteristik pemerintahan), baru 183 kabupaten yang memiliki ketersediaan data 100 persen untuk 34 indikator yang digunakan. Sedangkan 387 kabupaten lainnya masih di bawah 80 persen. Data yang belum tersedia secara lengkap terutama terkait lingkungan, seperti indeks kualitas air, udara, dan tutupan lahan.

Dalam hal kelengkapan data tersebut, tim IDSDB menandai peta dengan warna hijau dan kuning. Hijau untuk daerah yang sudah 100 persen memiiliki kelengkapan data dan kuning untuk daerah yang masing memiliki kelengkapan data di kisaran 80 persen.

Berdasarkan peta tersebut, terlihat bahwa Indonesia bagian barat dan Indonesia bagian tengah berwarna hijau yang menunjukkan kelengkapan data yang baik. Sedangkan Indonesia bagian timur berwarna kuning yang berarti kelengkapan datanya masih perlu ditingkatkan.

Edwin menambahkan untuk bisa memiliki daya saing yang tinggi, pemerintah daerah terkait harus menyeimbangkan keempat pilar yang ada. “Pilar ekonomi bagus, sosial bagus, tata kelola bagus, tapi lingkungan rendah, maka daya saingnya juga rendah. Keempat pilar itu harus seimbang sehingga betul-betul terwujud kehidupan yang berkelanjutan,” jelas Edwin.

Tim IDSDB memetakan empat faktor pendukung dan penghambat daya saing berkelanjutan di Indonesia. Pertama, soal political will atau kemauan politik. Jika pemerintah berkomitmen menyediakan data dan informasi, maka ini menjadi dukungan meningkatkan daya saing. Namun jika pemerintah enggan melengkapi data, maka ini jadi penghambat.

Kedua, terkait komitmen anggaran penyediaan data oleh pemerintah daerah. Ketiga, dukungan infrastruktur digital untuk pengumpulan data. Serta keempat, terkait ketersediaan sumber daya manusia yang mumpuni untuk memahami data beserta metodologinya.

Koordinator Penelitian dan Pengukuran Riset, Teknologi dan Inovasi Deputi Kebijakan Riset dan Inovasi Yudi Widiyanto dalam kesempatan yang sama menegaskan bahwa kemauan politik merupakan modal utama. “Dari sini pemerintah akan melakukan perencanaan yang baik dan matang, sehingga bisa dimplementasikan secara optimal,” tutur Yudi.

Kepala Bappeda Badung I Made Wira Dharmajaya menyatakan, perlu ada dana insentif daerah dengan penilaian instrumen kinerja untuk kemudian memetakan perencanaan pembangunan daerah. “Kami sudah melakukan ini dan tertuang dalam RPJMD 2021-2026,” papar Made.

Untuk bisa memiliki daya dorong yang kuat, Edwin menyebutkan, harus ada undang-undang dan peraturan daerah sebagai justifikasi alokasi pos anggaran daerah. “Dengan ini Gubernur akan memiliki tugas khusus untuk mengarahkan kabupaten merilis Rencana Aksi Daerah dan IDSDB bisa jadi acuan,” pungkas Edwin.