Usaha sosial kreatif memiliki potensi yang besar bahkan menyediakan lapangan kerja inklusif lebih banyak dibanding jenis usaha lainnya. Sebanyak 13,9 persen pekerja di Indonesia bekerja di sektor ini serta sebesar 54 persen pekerjanya adalah perempuan dan 17,8 persen pekerjanya berusia 15-24 tahun.
Namun, usaha sosial kreatif masih terkendala akses pendanaan eksternal. Berdasarkan studi “Investing in Creative and Social Enterprise in Indonesia” yang diselenggarakan oleh British Council dengan The United Nations Economic and Social Commission for Asia and the Pacific (UNESCAP) dan Asia Venture Philanthropy Network (AVPN) pada 2020, sebesar 45 persen sumber pembiayaan usaha sosial kreatif didominasi oleh dana pribadi. Sementara 19 persen sumber pembiayaan berasal dari donasi serta 16 persen berasal dari pinjaman dan hibah.
Keterbatasan akses ke investor menjadi salah satu faktor terkendalanya akses pembiayaan bagi usaha sosial kreatif. Adapun faktor lainnya yakni keterbatasan rekam jejak atau kinerja usaha, kesulitan memenuhi persyaratan agunan, dan kesiapan usaha sosial kreatif menerima pendanaan.
Guna mengatasi keterbatasan akses pendanaan, perlu kerja sama sinergis antara pelaku usaha sosial kreatif dan pihak terkait di ekosistem pendanaan usaha sosial kreatif. Adapun pihak tersebut adalah investor dengan motivasi finansial, investor dengan bauran, jaringan, dan pemberi dana hibah hingga pemerintah.