Pemerintah Kabupaten Siak, Riau, mengembangkan budidaya ikan gabus untuk meningkatkan perekonomian daerah sekaligus menjaga ekosistem gambut. Upaya ini dilakukan melalui kolaborasi multi-pihak yang meliputi pemerintah desa, pemerintah kabupaten, hingga masyarakat.
Para pemangku kepentingan yang terlibat memberi berbagai kontribusi. Pada pemerintah desa, mereka membentuk kelompok budidaya dan pendanaan operasional. Kemudian pemerintah kabupaten merumuskan payung hukum dan menyalurkan dana melalui skema Transfer Anggaran Kabupaten Berbasis Ekologi (TAKE).
Dinas Perikanan Kabupaten Siak turut berperan dengan memberi penyuluhan dan pelatihan, serta menetapkan ikan gabus sebagai produk unggulan. Selanjutnya, PT Alam Siak Lestari (ASL) berperan sebagai pengelola bisnis budidaya dan mendirikan laboratorium ekstraksi albumin. Ditambah, lembaga Lingkar Temu Kabupaten Lestari (LTKL) merancang bisnis berkelanjutan dan memfasilitasi bimbingan dengan para ahli.
Ekstraksi albumin dari ikan gabus yang dibudidayakan dapat menjadi bahan baku industri kesehatan, pangan, dan kecantikan. Selain itu, budidaya dan pengolahan gabus juga memberi nilai tambah hingga 56 persen. Bisnis berkelanjutan ini bahkan dapat memberi penghasilan dua kali lebih besar dibanding budidaya kelapa sawit.
Dari sisi lingkungan, budidaya gabus di Siak yang didominasi lahan gambut ini sekaligus dapat menjaga ekosistem. Serta dapat mencegah terjadinya kebakaran hutan dan lahan.
Inovasi bisnis berkelanjutan yang dapat memberi manfaat ekonomi sekaligus menjaga lingkungan ini mendapat penghargaan internasional. PT ASL meraih penghargaan pada kompetisi internasional MIT Solve Challenge 2021 (MIT SOLVE) pada September 2021. Dalam ajang yang diselenggarakan oleh universitas asal Amerika Serikat, Massachusetts Institute of Technology (MIT) tersebut, ASL mendapat dua penghargaan yakni MIT Solver Team kategori Resilient Ecosystems (Ekosistem Tangguh) dan GM Prize Award dari General Motor.