Berlangsung di Glasgow, Skotlandia, selama hampir dua pekan, 31 Oktober-12 November 2021, Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Pemimpin Dunia tentang Perubahan Iklim atau COP26 telah usai. Di sektor hutan dan lahan, konferensi ini setidaknya menghasilkan dua komitmen.
Pertama, Pakta Iklim Glasgow yang berisi komitmen meninjau dan memperkuat target iklim Nationally Determined Contribution (NDC) 2030. Pakta ini juga menekankan pentingnya integritas ekosistem, kolaborasi multilevel, dan keadilan iklim.
Kedua, Deklarasi Pemimpin Glasgow tentang Hutan dan Penggunaan Lahan. Ini merupakan komitmen para pemimpin dunia untuk menghentikan deforestasi dan degradasi lahan pada 2030. Lalu, deklarasi ini juga menitikberatkan pada transformasi perdesaan yang inklusif.
Pasca COP26, sederet pekerjaan rumah menanti Indonesia agar bisa mencapai target penurunan emisi di sektor hutan dan lahan. Terkait kebijakan, Pemerintah Indonesia perlu memperkuat perlindungan hutan dan gambut.
Selanjutnya, mengakselerasi program perhutanan sosial dan restorasi gambut. Selain itu, perlindungan masyarakat adat juga perlu mendapat perhatian.
Terkait penguatan pemerintah daerah, kolaborasi multipihak perlu diperkuat. Diiringi dengan integrasi agenda iklim pada perencanaan pembangunan daerah. Serta penguatan koordinasi pemerintah daerah.
Selanjutnya di bidang pencapaian Net Sink FOLU 2030, perlu dilakukan penyelarasan kebijakan kehutanan dan energi. Selain itu, perlindungan sosial dan lingkungan juga harus dipastikan pada seluruh agenda pembangunan.