Desa-desa di Indonesia memiliki pengetahuan budaya lokal yang dapat dimanfaatkan untuk mengelola energi terbarukan secara mandiri, ramah lingkungan, dan berkelanjutan. Integrasi kearifan lokal dalam pengelolaan energi menawarkan berbagai manfaat bagi masyarakat dan lingkungan.
Kemandirian energi berbasis budaya lokal dapat mendukung meningkatkan ekonomi lokal, melestarikan budaya, meningkatkan kesejahteraan.
Dengan menggunakan energi terbarukan, kemandirian energi mendukung transisi energi, mengurangi emisi karbon, dan menciptakan pekerjaan yang berkontribusi terhadap pelestarian atau pemulihan kualitas lingkungan (green jobs).
Namun, ada beberapa tantangan dalam mewujudkan kemandirian energi di tingkat lokal. Tantangan tersebut mencakup aspek teknis, pembiayaan, keterampilan dan kapasitas lokal, infrastruktur pendukung, sosial budaya, serta regulasi dan kebijakan.
Beberapa desa di Indonesia telah berhasil mengembangkan kemandirian energi berbasis budaya lokal dengan memanfaatkan sumber energi terbarukan yang ada di wilayah mereka.
Desa Urutsewu di Boyolali, Jawa Tengah, menggunakan biogas sebagai sumber energi; dan Desa Kamanggih di Sumba Timur, NTT, yang memanfaatkan mikrohidro, biogas, serta energi surya.
Saat ini, Indonesia baru memanfaatkan 0,3% dari total potensi energi terbarukan yang dimilikinya. Dari total 3.686 GW potensi energi terbarukan, Indonesia baru memanfaatkan 12,54 GW. Potensi ini mencakup berbagai jenis sumber energi terbarukan seperti hidro, surya, angin, biomassa, dan panas bumi.
Dengan potensi yang besar, Indonesia memiliki kesempatan luas untuk mengembangkan kemandirian energi berbasis budaya lokal. Ini tidak hanya membantu memenuhi kebutuhan energi, tetapi juga melestarikan budaya dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.