Situ Bagendit merupakan judul sebuah cerita rakyat dari Provinsi Jawa Barat. Dongeng Situ Bagendit berasal dari adanya sebuah kenampakan danau yang ada di daerah Garut.
Tokoh dongeng dalam cerita ini adalah seorang wanita kaya bernama Nyai Bagendit dan kakek pengemis sakti. Cerita ini memiliki pesan moral yang edukatif dan menarik dipahami.
Kisah Situ Bagendit juga merupakan destinasi wisata yang populer di Kabupaten Garut. Lokasi wisata ini tetapi juga merupakan sumber air penting bagi masyarakat sekitar.
Terletak di Desa Bagendit, Kecamatan Banyuresmi, danau ini menawarkan pengalaman rekreasi yang menarik dengan fasilitas yang diperbarui. Keindahan alam di Situ Bagendit disertai dengan cerita legenda menarik yang menjadi daya tarik tambahan.
Berkaitan dengan itu, menarik mengetahui cerita Situ Bagendit. Simak cerita lengkapnya sebagai berikut.
Cerita Situ Bagendit
Cerita tentang Situ Bagendit bermula di sebuah desa, di mana tinggal seorang perempuan kaya bernama Nyai Bagendit. Nyai Bagendit, seorang janda, mewarisi kekayaan yang melimpah dari suaminya yang telah meninggal.
Meskipun hidup sendirian tanpa anak, Nyai Bagendit terobsesi dengan harta. Nyai merasa sangat takut mengalami kemiskinan.
Nyai pun hidup dengan sikapnya yang pelit. Meskipun dianggap sebagai orang terkaya di desanya, terkenal sebagai wanita sombong dan kejam.
Nyai Bagendit senang memperlihatkan kekayaannya di hadapan warga desa yang mayoritas hidup dalam kesusahan. Ketika warga desa meminjam uang darinya, Nyai Bagendit memberikan bunga yang tinggi sebagai bunga pinjaman.
Orang-orang yang tidak mampu membayar pinjaman dipaksa untuk menyerahkan rumah dan harta benda mereka. Saat melakukan penagihan, Nyai Bagendit sering kali menggunakan orang suruhan yang bersikap kasar.
Pada suatu siang yang terik, seorang kakek terlihat berjalan membungkuk melintasi pemukiman warga yang kumuh. Kakek tersebut kemudian mendekati seorang petani yang sedang sibuk menjemur gabah.
"Permisi, Pak, bisa membantu kakek?" tanya kakek itu.
Petani itu menghentikan pekerjaannya dan tersenyum, "Ada apa, Pak? Bagaimana saya bisa membantu Anda?"
"Bolehkah kakek tahu di mana rumah orang terkaya di desa ini?" tanya kakek itu.
Petani itu langsung menunjuk ke sebuah rumah megah yang berbeda dengan rumah-rumah lain di desa.
"Kenapa, Pak? Apa yang membuat kakek mencari orang terkaya di desa?" tanya petani tersebut.
"Kakek hanya ingin meminta sedekah untuk bisa makan," ujar kakek itu. Petani itu terdiam dan menggeleng, merasa iba bahwa kakek tersebut mungkin tidak akan dipedulikan oleh Nyai Bagendit.
Namun, sebelum petani itu bisa menahan kakek tersebut, kakek itu menghilang.
Di tempat lain, Nyai Bagendit sedang asyik menghitung emas dan permata di halaman rumahnya. Tiba-tiba, seorang nenek tua datang meminta sedekah.
Namun, Nyai Bagendit malah menghardik dan membentak nenek tua tersebut dengan kasar.
"Hey, orang tua yang tidak tahu diri! Pergi dari rumahku, kamu mengganggu pemandangan siangku. Pergilah dari hadapanku!" bentak Nyai Bagendit.
Namun, bukannya menangis, nenek tua tersebut malah tersenyum dan tertawa terbahak-bahak.
"Tidak perlu mengusirku," kata kakek tua tersebut, lalu menancapkan tongkat rotan yang digunakannya ke tanah. "Aku akan pergi, asalkan kamu bisa mencabut tongkat ini dari tanah."
"Dasar orang gila. Mudah saja mencabut tongkat ini. Bahkan tanpa usaha, aku bisa melakukannya!" kata Nyai Bagendit sombong.
Namun, kagetnya Nyai Bagendit ketika mencoba mencabut tongkat itu dengan satu tangan. Tongkat itu tidak bergeming. Bahkan dengan dua tangan sekaligus, Nyai Bagendit tidak bisa mencabutnya.
Nyai Bagendit memanggil semua orang suruhan dan pelayannya untuk mencabut tongkat tersebut, tetapi tidak ada yang berhasil.
"Rupanya, kekuatan kalian tidak seberapa. Lihatlah, aku akan mencabut tongkat ini," kata kakek tua itu.
Ternyata, tongkat yang awalnya sulit dicabut, langsung terlepas. Akan tetapi, yang lebih aneh adalah setelah tongkat itu dicabut, tiba-tiba air besar mengalir dari tempat tersebut tanpa henti.
"Nyai Bagendit, ini adalah akhir hukumanmu! Air ini adalah air mata penduduk yang menderita akibat perbuatanmu. Kamu dan semua harta benda akan tenggelam dalam air."
Setelah mengucapkan itu, kakek tua tersebut tiba-tiba menghilang. Nyai Bagendit, yang panik melihat air yang meluap deras, berusaha menyelamatkan hartanya, namun air bah lebih cepat menenggelamkannya beserta seluruh harta dan semua orang serta pelayannya.
Demikianlah berakhirnya Nyai Bagendit, wanita sombong, kikir, dan jahat, bersama seluruh kekayaannya.
Pesan Moral Situ Bagendit
Moral yang dapat diambil dari dongeng Situ Bagendit adalah tentang sikap dalam mengelola kekayaan. Sifat pelit, tamak, dan sombong terhadap harta yang dimiliki tidaklah bijaksana.
Sikap-sikap tersebut dapat merugikan atau bahkan membawa bencana bagi seseorang di masa depan. Sebaiknya, kekayaan yang dimiliki tidak hanya disimpan, tetapi juga sebagian digunakan untuk membantu orang-orang yang membutuhkan.
Sikap tolong menolong yang tidak dimiliki Nyai Bagendit justru mencelakakan dirinya sendiri. Harta kekayaannya hilang begitu saja dan tidak ada yang menolongnya.