Lesunya minat investasi di sektor hulu minyak dan gas bumi (migas) telah berdampak terhadap menurunnya aktivitas eksplorasi. Dampaknya bukan hanya dirasakan dari sisi pemasukan negara, lebih jauh dampaknya justru lebih terasa pada sisi ekonomi makro nasional. Pemanfaatan TKDN dalam aktivitas hulu migas diyakini akan berkurang signifikan.
Begitu pula dengan sumber daya manusia (SDM) migas lokal yang berada dalam bayang-bayang ancaman pengangguran. Ini mengingat tenaga kerja merupakan salah satu pos investasi terbesar bagi perusahaan migas. Dengan berkurangnya kegiatan investasi maka pos ini menjadi salah satu yang paling rentan terkena program efisiensi.
Sejumlah perusahaan tercatat telah melakukan pemangkasan tenaga kerja. Jika tidak ada pembenahan, dikhawatirkan efisiensi yang dilakukan perusahaan migas akan menambah angka pengangguran di Tanah Air.
Pada 2015, Indonesian Petroleum Association (IPA) memperkirakan ada sekitar 200 ribu hingga 300 ribu pekerja di industri migas. Terdiri dari pegawai tetap, pegawai kontrak, dan pegawai yang bekerja pada perusahaan subkontraktor.
Sebagian besar merupakan tenaga terlatih yang berasal dari sekolah kejuruan, vokasi, atau teknik.
Tumbuh kembang sektor hulu migas juga turut menghidupkan industri lainnya. Ini bisa terlihat dari tingginya pemanfaatan komponen dalam negeri yang rata-rata di atas 50 persen selama lima tahun terakhir.