Partisipasi Ekonomi Perempuan Indonesia Masih Timpang

Arie Mega Prastiwi
24 Februari 2022, 17:20
Pengunjung melihat berbagai produk kerajinan dan makanan olahan pada bazar UMKM di Madiun, Jawa Timur, Minggu (20/2/2022). Bazar yang diikuti puluhan pelaku UMKM tersebut bertujuan untuk membangkitkan perekonomian pada masa pendemi COVID-19.
ANTARA FOTO/Siswowidodo/tom.
Pengunjung melihat berbagai produk kerajinan dan makanan olahan pada bazar UMKM di Madiun, Jawa Timur, Minggu (20/2/2022). Bazar yang diikuti puluhan pelaku UMKM tersebut bertujuan untuk membangkitkan perekonomian pada masa pendemi COVID-19.

Perempuan mendominasi pelaku usaha mikro Indonesia. Data Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Kemenkop UKM) pada 2021 menyebutkan bahwa perempuan mendominasi pelaku usaha mikro Indonesia. Sektor UMKM, 53,76%-nya dimiliki oleh perempuan, dengan 97% karyawannya adalah perempuan, dan berkontribusi dalam perekonomian 61%. Kondisi itu menunjukkan peran dan kontribusi perempuan menjadi faktor penting dalam menghadapi berbagai tantangan dalam upaya pemulihan, reformasi, serta transformasi ekonomi.

“Jadi kita melihat data tersebut, perempuan ini adalah pelaku yang sungguh sangat penting dan bahkan utama pada level kecil dan mikro,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati  dalam Rapat Kerja Nasional Pemberdayaan Perempuan UMKM Indonesia (Rakernas PPUMI), seperti dikutip dari laman Kementerian Keuangan.

Advertisement

Meski punya peran amat penting dalam ekonomi dan menyumbang penyediaan lapangan kerja, perempuan Indonesia menghadapi hambatan struktural akibat norma gender yang diskriminatif. Kondisi ini tergambar dalam penelitian yang dilakukan UNICEF pada 2019 berjudul Mengatasi hambatan gender dalam kewirausahaan dan kepemimpinan bagi anak perempuan & perempuan muda.

Dalam penelitian yang dilakukan UNICEF di Thailand, Laos dan Indonesia terungkap, bahwa wirausaha perempuan di Asia Tenggara menghadapi hambatan struktural yang lebih besar akibat norma gender yang diskriminatif.

Antara lain beban pengasuhan tak berbayar yang tinggi, terbatasnya akses ke aset produktif, terbatasnya peluang untuk mengembangkan keterampilan yang sesuai, terbatasnya akses
keuangan, tidak tersedianya jaringan kewirausahaan dan mentor. Kondisi ini diperparah oleh kebijakan, undang-undang, dan regulasi yang buta gender.

Dengan hambatan tersebut, perempuan kesulitan untuk memulai dan mengembangkan usahanya, sehingga kemampuan mereka untuk menjadi agen perubahan di masyarakat menjadi terbatas.

Halaman:
Reporter: Arie Mega Prastiwi
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement