Digitalisasi dan Upaya Perempuan Perdesaan Berdaya Saing
Keanekaragaman hayati atau biodiversity yang dimiliki Indonesia dapat menjadi alternatif untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara luas. Terlebih keanekaragam hayati ini kini ditunjang dengan perkembangan teknologi digital.
“Banyak perempuan (pelaku UMKM) di pedalaman Indonesia memiliki keahlian tinggi tetapi belum bisa bersaing di pasar. Digitalisasi bisa sangat berguna bagi mereka,” kata Direktur Yayasan Sekar Kawung Chandra Kirana di sela webinar Women Leaders Forum 2022 yang digagas Katadata Perempuan, Selasa (8/3/2022).
Digitalisasi yang dimaksud Chandra, terkait dengan terbukanya peluang pengumpulan data. Misalnya, mencakup daftar biodiversity yang dimiliki di suatu wilayah. Hal ini dapat bermanfaat untuk kegiatan R&D, agar produk yang dihasilkan bernilai jual lebih optimal.
“Akses kepada riset dan pengembangan (R&D) berbasis teknologi digital penting untuk dimiliki perempuan pedesaan. Ini bermanfaat untuk memahami, apa saja biodiversity yang dimiliki lalu memetakannya dengan kebutuhan pasar,” ucapnya.
Chandra berpendapat, banyak perempuan di pedalaman nusantara yang bisa masuk ke perekonomian masa depan dengan bantuan teknologi digital, guna mengoptimalkan pemanfaatan pengetahuan tradisional mereka. Tapi di samping itu, mereka juga memerlukan akses untuk mengumpulkan data-data terkait profil keanekaragama hayati di sekitarnya.
Adapun, proses digitalisasi belakangan ini terakselerasi pandemi Covid-19. Pandemi mengubah perilaku konsumen dalam berbelanja dari luring kemudian beralih ke platform digital. Alhasil, tak ada pilihan lain bagi pelaku usaha selain mengikutinya, termasuk bagi UMKM yang dijalankan perempuan di pedesaan.
Menurut survei Google, di Indonesia, ada 21 juta konsumen digital baru selama pandemi pada 2020 dan paruh pertama 2021. Sebanyak 72 persen dari konsumen baru ini justru berasal dari area nonmetropolitan. Artinya, ada peningkatan penetrasi digital di Indonesia.
Seperti halnya kesimpulan dari riset Inventure beberapa waktu lalu, perubahan perilaku konsumen ini tak bersifat ‘musiman’, tapi akan terus bertahan. Berdasarkan survei Google, 96 persen konsumen saat ini telah menggunakan layanan digital dan 99 persen konsumen berencana akan terus menggunakan layanan digital setelah pandemi berlalu.
Peluang inilah yang harus direbut oleh para pengusaha UMKM perempuan. Ada banyak sekali cerita soal pengusaha UMKM perempuan yang sukses membesarkan bisnis lewat lokapasar. Semua kisah itu membuktikan, pengusaha perempuan punya kemampuan. Tak kalah dengan pengusaha laki-laki, asal mendapatkan kesempatan yang sama.
“Sebetulnya, biasanya perempuanlah yang paling gigih. Di bidang UMKM, banyak memang yang dikelola perempuan tetapi hanya 24 persen yang terjangkau fasilitas pemerintah,” ucap Chandra.
Digitalisasi dan Pandemi
Pandemi dan resesi menjadi ujian berat bagi semua orang dan semua pengusaha. Survei oleh Katadata Insight Center terhadap UMKM pada dua minggu pertama Juni 2020 di wilayah Jakarta dan sekitarnya menunjukkan sebanyak 95,6 persen UMKM mengaku mengalami penurunan penjualan, bahkan 63,9 persen di antaranya menyatakan omzetnya turun lebih dari 30 persen.
Untuk bertahan hidup, lebih dari separuh pemilik UMKM mengatakan terpaksa mengurangi jumlah karyawan. Tahun 2020 lalu memang masa-masa paling sulit bagi sebagian besar perusahaan. Hasil survei oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada Oktober 2020 menunjukkan, 68 persen usaha kecil dan menengah masih terus mengalami penurunan penjualan.
Chandra menekankan, dalam menghadapi dinamika dan tantangan yang ada maka para perempuan pengusaha, khususnya di pedesaan dan pedalaman, tidak sekadar membutuhkan akses. Melainkan pula kebijakan yang benar-benar berpihak kepada praktik bisnis yang berkomitmen merawat keanekaragaman hayati.
Sebagai catatan, Indonesia memiliki lebih dari 65 juta unit UMKM yang berkontribusi terhadap 61 persen perekonomian nasional. Sekitar 64 persen pelaku UMKM Indonesia adalah perempuan.