Rupiah Dibuka Melemah 14.841/US$ Tertekan The Fed dan Resesi Ekonomi
Nilai tukar rupiah dibuka melemah 16 poin ke level Rp 14.841 per dolar AS di pasar spot pagi ini. Rupiah masih tertekan oleh sentimen kenaikan bunga The Fed yang agresif serta meningkatnya risiko resesi ekonomi.
Mengutip Bloomberg, rupiah berbalik menguat ke Rp 14.834 pada pukul 09.15 WIB. Tetapi ini belum berhasil kembali ke level penutupan akhir pekan lalu di Rp 14.825 per dolar AS.
Mata uang Asia lainnya bergerak bervariasi terhadap dolar AS pagi ini. Pelemahan juga dialami peso Filipina 0,47% bersama won Korsel 0,45%, dolar Taiwan 0,09%, baht Thailand 0,24% dan ringgit Malaysia 0,04%. Sebaliknya, yen Jepang menguat 0,17% bersama yuan Cina 0,12%, dolar Singapura 0,14%, sedangkan rupee India dan dolar Hong Kong stagnan.
Analis pasar uang Ariston Tjendra memperkirakan rupiah akan kembali tertekan pada perdagangan awal pekan ini karena sentimen The Fed dan resesi ekonomi global. Rupiah diramal bergerak melemah di kisaran Rp 14.850 per dolar AS, dengan potensi support di rentang Rp 14.780-Rp 14.800 per dolar AS.
"Sentimen the Fed ditambah kekhawatiran pasar terhadap inflasi dan resesi mungkin masih membayangi pergerakan rupiah hari ini," kata Ariston, Senin (20/6).
The Fed diramal masih akan agresi menaikkan suku bunga acuannya di sisa pertemuannya pada tahun ini. The Fed sebelumnya menyebut bisa kembali menaikkan bunga antara 50-75 bps pada pertemuan bulan depan.
Sementara, kenaikan inflasi global yang masih belum surut karena perang di Ukraina dan mendorong Bank Sentral di dunia menaikan suku bunga acuannya. Selain The Fed, setidaknya ada 10 bank sentral lainnya yang menaikkan bunga pada pekan lalu, dua diantaranya yakni bank sentral besar dunia, Bank of England (BoE) dan Swiss National Bank (SNB).
"Kenaikan suku bunga bisa menekan pertumbuhan dan ditambah inflasi tinggi, ini bisa memicu resesi," kata Ariston.
Survei majalah Financial Times menunjukkan hampir 70% ekonom yang disurvei, menyebut resesi ekonomi AS bisa terjadi pada tahun depan. Hal serupa juga diramal oleh ekonom Bank of America (BofA). Selain itu, beberapa perkiraan menyebut Inggris turut berpeluang menghadapi resesi ekonomi. OECD meramal ekonomi Inggris bakal stagnan tahun depan.
Dari dalam negeri, pasar menunggu pertemuan pembuat kebijakan Bank Indonesia (BI) pekan ini. Pasar menantikan langkah yang akan diambil BI merespon kenaikan bunga yang agresif di Amerika Serikat.
"Keputusan BI bisa mempengaruhi pergerakan rupiah ke depan. Bila sikap BI masih mempertahankan kebijakan yang lebih longgar dibandingkan the Fed, Rupiah bisa melemah lagi," kata Ariston.
Senada dengan Ariston, analis DCFX Lukman Leong memperkirakan rupiah kembali tertekan hari ini ke rentang Rp 14.775- Rp 14.975 per dolar AS. Sentimen risk off yang berkelanjutan membuat pelaku pasar menghindari aset dan mata uang beresiko.
Dari dalam negeri, pasar menantikan pertemuan BI. "Pasar memperkirakan kenaikan suku bunga oleh BI sebesar 25 bps pada pertemuan kamis minggu ini di tengah tekanan inflasi yang meningkat pesat," kata Lukman kepada Katadata.co.id