Semarak Hari Batik, Antara Citra dan Keluhan Pedagang

Michael Reily
2 Oktober 2017, 19:03
Pameran Gelar Batik
Arief Kamaluddin | Katadata
Pameran Gelar Batik 2015

Di kantor-kantor, kampus, hingga pertokoan, hari ini banyak orang dengan bangga mengenakan batik. Tanggal 2 Oktober memang diperingati sebagai Hari Batik Nasional. Ironisnya, banyak pedagang batik justru mengeluhkan bisnis mereka yang lesu.

Di Thamrin City yang menjadi salah satu pusat penjualan batik di Ibu Kota, suasana terbilang lengang. Tanggal muda, saat banyak pekerja baru menerima upah rupanya tak lagi identik dengan foya-foya.

Seorang perempuan penjaga Toko Batik Sastropuspito yang berada di dekat pintu masuk pertokoan mengaku penjualan yang biasanya mencapai 70 potong pakaian, berkurang menjadi sekitar 40 potong per hari. “Padahal harganya tidak mahal, Rp 75-250 ribuan,” ujarnya.

Hal senada diungkapkan oleh penjaga Toko Batik Arjuna yang berada di lantai satu yang harga produknya antara Rp 150-250 ribu. “Jualannya turun sekitar 20%,” kata pria yang minta disebut sebagai Budi ini.

Toko Batik Sastropuspito dan Arjuna sama-sama membeli barang dari Solo, Yogyakarta, dan Pekalongan. Harganya terbilang murah sebab batik-batik itu dibuat dengan metode cap, bukan canting.

Tak hanya di kalangan pengecer, kesuraman bisnis juga terjadi di kota batik, Pekalongan. Salman, manajer dari sebuah perusahaan yang memiliki tiga pabrik di Pekalongan juga mengaku dua tahun terakhir penjualannya hanya untuk menutup biaya produksi. “Selama 2 tahun ini parah,” ujarnya melalui telepon.

Salah satu penyebab lesunya bisnis batik adalah serbuan kain yang dicetak dengan motif batik dari Tiongkok. Sebab, harga yang mereka tawarkan lebih murah

Halaman:
Reporter: Michael Reily, Pingit Aria
Editor: Pingit Aria
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...