Peti Mati dari Kertas Daur Ulang Tembus Pasar Inggris
Pelaku usaha harus berinovasi untuk membuat produk yang bernilai tambah. Asal jeli, bahan bambu, enceng gondok, hingga kertas daur ulang pun bisa disulap menjadi peti mati yang laku dijual hingga ke Inggris.
Pembuatnya adalah Koperasi Asosiasi Pengembangan Kerajinan Republik Indonesia (Apikri) yang berada di Yogyakarta. “Dulu kami harus mencari pasar ke Eropa, mencari permintaan pembeli,” kata Anggota Pemasaran Koperasi Apikri, Widodo kepada Katadata di Trade Expo Indonesia di Jakarta, Rabu (11/10).
Widodo menyebut, peti mati dengan desain unik yang dibuat oleh koperasinya justru kurang diminati di Indonesia. Sebab, pada masyarakat yang mayoritas muslim, prosesi pemakaman memang tidak memerlukan peti mati.
Menurut Widodo, pemesan peti mati buatan Apikri banyak yang berasal dari Inggris atau negara Eropa lain. Selain karena alasan budaya, masyarakat di Benua Biru dinilainya lebih menghargai seni dan mau membayarnya dengan harga yang cukup tinggi. “Harganya Rp 2,7 juta untuk tiap peti,” ujarnya.
Widodo menyebut, koperasinya pertama kali menerima order peti mati dari Inggris sekitar 10 tahun lalu. Kini, perajin koperasi yang berada di Imogiri, Yogyakarta ini bisa mengekspor sekitar 100 peti per bulan untuk dikirim ke Eropa.
Masalahnya adalah modal. Pinjaman dari Eximbank baru didapat sekitar tiga bulan lalu. Sejak itu lah Koperasi Apikri bisa berinovasi dengan menggunakan lebih banyak bahan ramah lingkungan, hal ini pula yang ditonjolkan dalam kegiatan promosinya.
“Kami dituntut pasar global untuk membuat kreasi karena persaingan makin tinggi, sehingga dibutuhkan nilai jual produk lebih,” ujarnya.
Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Bidang UKM Muhammad Lutfi juga menjelaskan permasalahannya utama adalah kemampuan modal dan akses usaha UKM masih terbatas.
Oleh karena itu, Kadin bakal melakukan program untuk melegalkan UKM supaya siap mengalami peningkatan. “Kadin ingin pengusaha-pengusaha kecil diformalkan,” kata Lutfi.
Caranya adalah dengan memberikan akses lebih efektif dan efisien untuk sertifikasi seperti dari BPOM atau Standar Nasional Indonesia (SNI). Kadin juga akan mendorong pengusaha kecil mendaftarkan pengusaha di sektor pajak agar terdaftar resmi.
Lutfi menjelaskan, pengusaha kecil sudah formal dengan standardisasi, bisnis bakal lebih siap untuk maju ke fase pendanaan. Pasalnya, transaksi pajak dan standardisasi akan memicu akses kredit perbankan yang lebih mudah.
Kadin menargetkan akan membantu legalitas dengan program 1 juta UKM dalam 6 bulan ke depan. Lutfi berencana menjalin kerja sama dengan Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan untuk mencapai tujuan tersebut. “Begitu mereka sudah formal, mereka bisa naik ke sektor medium,” tuturnya.