Tak Hanya Cicil Gaji Karyawan, Femina juga Akan Jual Aset
Femina Group membayar gaji karyawan dengan skema cicilan untuk menjaga kelangsungan bisnisnya. Selain itu, perusahaan juga melakukan berbagai efisiensi, hingga akan menjual beberapa aset untuk memperbaiki kondisi keuangannya.
Chief Executive Officer Femina Group Svida Alisjahbana menyatakan kebijakan yang diambil perusahaan adalah bagian visi jangka panjang perusahaan. "Kami ingin restrukturisasi dalam waktu cepat, sekarang kami banyak menghitung sumber daya yang ada," kata Svida kepada Katadata di kantornya, Jakarta, Senin (6/11).
Beberapa waktu lalu, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers meminta perusahaan melakukan mediasi dengan 15 orang karyawan yang keberatan dengan skema pembayaran cicilan upah. Svida menyatakan, proses negosiasi itu telah berjalan.
Menurutnya, permintaan 15 karyawan tersebut tidak mewakili keseluruhan pegawai Femina yang berjumlah 500 orang. Menurutnya, pemenuhan tuntutan gaji karyawan masih harus menunggu status keuangan Femina Group. “Ini bukan hal yang mudah, semuanya tergantung dengan keadaan perusahaan," kata Svida.
Selain menyicil gaji karyawan, Svida juga menyatakan bahwa perusahaan tengah melakukan efisiensi di berbagai sektor. Selain itu, Femina juga sedang menawarkan beberapa aset untuk dijual. "Kami juga ada aset bangunan dan tanah yang tidak dipakai karena bentuk strategi perusahaan,” ujarnya.
Svida menyatakan, Femina juga telah memulai peralihan model bisnis dari media cetak dengan memperbanyak konten digital. Untuk itu, ia pun meminta dukungan dari seluruh karyawan. "Manajemen menegaskan bahwa karyawan selalu menjadi prioritas bagi perusahaan," katanya.
Sebelumnya, Femina sempat menjadi sorotan seiring terjadinya perselisihan ketenagakerjaan. Forum Komunikasi Karyawan Femina Group (FKK-FG) menyatakan, perselisihan ketenagakerjaan ini sudah terjadi sejak awal tahun 2016.
Pemicunya, para jurnalis menerima gaji secara dicicil 50% (setiap tanggal 25) dan 50% (setiap tanggal 15) setiap bulannya. Namun, pada bulan Juni/Juli 2016, karyawan hanya mendapatkan gaji 50% saja, dan pembayaran cicilan sisanya baru dilakukan pertengahan tahun 2017 sebesar 25%, dan kemudian 12,5 %.
Menghadapi hari raya Iedul Fitri tahun 2017, perusahaan hanya membayarkan 70% Tunjangan Hari Raya. Sejak saat itu, skema pembayaran gaji pada karyawan bisa hanya 10%+10%+20% atau 40% saja, 40%+40% atau 80%, atau skema persentase lain. “Namun tak pernah mencapai 100% lagi," demikian penjelasan FKK-FG dalam keterangan resminya beberapa waktu lalu.
FKK-FG akhirnya meminta bantuan hukum pada Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers agar bisa menfasilitasi aspirasi karyawan kepada pihak perusahaan. LBH Pers mengkritik argumen ketidakmampuan perusahaan membayar upah yang disampaikan Femina.
“Sangat ironi jika dibandingkan dengan acara besar dan mengeluarkan uang banyak seperti acara Jakarta Fashion Week,” demikian pernyataan resmi LBH Pers.
Pemotongan upah, menurut LBH Pers, adalah salah satu bentuk pelanggaran perjanjian kerja sebagai mana Pasal 88 ayat 1 UU Ketenagakerjaan yang berbunyi setiap pekerja atau buruh berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
"LBH Pers mendesak agar Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dakhiri untuk melakukan tindakan tegas," kata LBH Pers.