Bantuan Nontunai Meleset, Pemerintah Kembali ke Beras Rastra Bulog
Penambahan keluarga penerima program Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT) yang dijalankan pemerintah tidak sesuai rencana. Pemerintah pun berencana kembali menggunakan beras sejahtera (Rastra) milik Perum Bulog.
Pemerintah merencanakan penyaluran BPNT pada Januari 2018 sebanyak 1,2 juta keluarga penerima manfaat (KPM). Sedangkan pada Februari 2018 meningkat menjadi 2,6 juta keluarga. Namun, Menteri Sosial Idrus Marham pesimistis mampu menyalurkan bantuan tersebut seluruhnya pada bulan Februari lalu.
Pesimisme itu dilatari masalah perlunya melakukan sinkronisasi data dengan berbagai pihak. Apalagi, ada perubahan data kemiskinan.
Sepanjang tahun ini, pemerintah menargetkan 10 juta keluarga penerima bantuan pangan nontunai tersebut, yang meningkat dibandingkan tahun lalu kepada sekitar 1,2 juta keluarga.Program BPNT ini dilakukan sejalan dengan pengurangan bantuan Rastra dari Bulog.
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani mengungkapkan bantuan kepada 1,2 juta KPM akan terus dilakukan hingga Maret 2018. “Nanti kami akan lihat kembali kapan dilakukan peningkatan yng pasti hak KPM tetap dapat, jadi tidak akan berkurang,” kata Puan kepada Katadata di Jakarta Convention Center, pekan lalu.
Puan mengaku evaluasi dilakukan secepatnya. Meski begitu, dia belum bisa memastikan waktu untuk memulai penambahan KPM. Sedangkan untuk mengisi kekosongan, pihaknya memastikan bakal melakukan penugasan penyaluran Rastra kepada Bulog.
Berdasarkan data Bulog, stok beras yang tersimpan di gudang masih mencukupi untuk menyalurkan bantuan. Hingga 12 Maret 2018, Bulog tercatat telah menggelontorkan bantuan sosial sebanyak 366.952 ton atau 86,38% dari sasaran sebesar 14,1 juta KPM.
Sementara hingga 12 Maret 2018, stok Bulog berada pada posisi 642.612 ton. “Bulog siap jumlah stok maupun posisi keberadaan stok yang sudah ada di kabupaten/kota yang butuh,” kata Direktur Utama Bulog Djarot Kusumayakti
Sistem Rastra sebenarnya sudah digantikan dengan program bantuan sosial Natura, meski penyalurannya masih tetap dalam bentuk beras. Jatah bantuan sosial diberikan Bulog dalam kuantum 960 ribu ton.
Rastra Bulog telah disalurkan untuk 14,1 juta keluarga pada 2017, kuantitasnya diharapkan terus menurun secara bertahap. Sehingga, pada Agustus 2018 targetnya Bulog hanya akan menyalurkan bantuan untuk 5,5 juta keluarga.
Selain untuk bantuan sosial, Bulog juga berencana mulai fokus dalam bisnis beras komersial. Rencananya, sebesar 1,5 juta ton beras komersial akan dijual ke masyarakat. Oleh karena itu, perubahan mendadak rencana pemerintah bakal mempengaruhi strategi bisnis Bulog.
Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas Santosa pun mengungkapkan bahwa dengan jatah Rastra sekitar 150 ribu ton per bulan, jumlahnya masih cukup aman. Namun, Dwi mengingatkan Rastra terkait erat dengan kemiskinan.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai 27,77 juta orang atau 10,64% dari total populasi pada Maret 2017. Meskipun secara persentase menurun 0,06% dibanding September 2016, jumlah penduduk miskin bertambah sekitar 6.900 orang.
Terlambatnya distribusi Rastra menjadi salah satu alasan penurunan persentase penduduk miskin relatif lebih lambat. BPS mencatat kontribusi beras paling besar pada kemiskinan, yaitu sebesar 20,11% di kota dan 26,46% di desa.
Oleh karena itu, Dwi menekankan tata kelola pangan yang dilakukan pemerintah harus realistis. Kesiapan Bulog untuk melakukan penyerapan masih terhambat oleh tingginya harga gabah kering yang ada pada petani. “Potensinya mengkhawatirkan,” tuturnya.
Pasalnya, harga gabah masih berada di kisaran Rp 4.500 per kilogram, sedangkan Harga Pembelian Pemerintah hanya sebesar Rp 3.700 per kilogram. Fleksibilitas 20% pun cuma mampu menjangkau Rp 4.440 per kilogram.
Hingga 12 Maret 2018, Bulog baru bisa menyerap sebanyak 71.985 ton. Meski daya serap tinggi bisa sampai bulan Mei, Dwi mengimbau Bulog bisa melakukan penyerapan yang optimal pada panen raya.
Perbandingannya, Januari-Februari 2017 lalu penyerapan sebesar 53.032 ton, sedangkan dua bulan awal 2018 cuma menghasilkan 32.343 ton. “Saya habis keliling 19 kabupaten, tahun ini agak susah,” jelas Dwi.
Selain itu, impor 261 ribu ton yang ditujukan untuk stabilisasi harga juga tidak terlalu berhasil. Penurunan harga yang terjadi pada Februari dan Maret tidak terlalu signifikan. Alasannya, 261 ribu ton jumlahnya sangat rendah secara fisik, sehingga memberikan efek psikologis yang kecil.
Menurut data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis, harga rata-rata beras medium kualitas I per 13 Maret 2018 sebesar Rp 12.000 per kilogram, hanya turun Rp 250 dari Rp 12.250 per kilogram pada 13 Februari 2018. Untuk harga rata-rata beras medium kualitas II juga hanya turun Rp 250, dari Rp 12.100 pada 13 Februari 2018 per kilogram menjadi Rp 11.850 per kilogram pada 13 Maret 2018.
“Pemerintah harus mengantisipasi dan menghitung dengan tepat,” tutur Dwi.