Mayoritas Negara Berkembang Asia Diramal Tak Alami Percepatan Ekonomi
Bank Pembangunan Asia atau Asia Development Bank (ADB) memprediksi mayoritas negara berkembang di Asia tidak akan mengalami percepatan pertumbuhan ekonomi di 2018, setelah mengalami kenaikan tahun lalu. Hanya 14 dari 45 negara yang diprediksi bakal mengalami percepatan pertumbuhan ekonomi, termasuk Indonesia.
ADB memperkirakan, pertumbuhan ekonomi di negara berkembang Asia bakal sedikit melambat setelah mencapai 6,1% tahun lalu menjadi 6% pada 2018 dan 5,9% pada 2019. Adapun secara agregat, subregional Asia Selatan diramal mengalami pertumbuhan ekonomi paling tinggi yaitu di atas 7%, seiring lompatan pertumbuhan di India.
Meski akselerasi pertumbuhan tidak semasif tahun lalu, ADB menilai prospek pertumbuhan ekonomi di negara berkembang Asia kuat. “Di seluruh regional, permintaan domestik bakal tetap menjadi kunci keberlanjutan pertumbuhan,” demikian tertulis dalam publikasi ADB yang dirilis, Rabu (11/4). (Baca juga: IMF: Ekonomi Dunia Menguat, Terutama Negara Berkembang di Asia)
Khusus untuk Asia Tenggara, ADB memprediksi pertumbuhan ekonomi di 2018 dan 2019 sama dengan tahun lalu yakni di level 5,2%. Prediksi itu seiring dengan moderasi pertumbuhan ekspor setelah mengalami lonjakan pada tahun lalu dan permintaan domestik yang lebih kuat.
Menguatnya permintaan domestik didorong oleh belanja infrastruktur yang ambisius, serta investasi asing dan konsumsi rumah tangga yang kuat. “Pertumbuhan ekonomi delapan dari 10 negara (Asia Tenggara) diproyeksi akan sama atau melampaui 2017,” demikian tertulis.
Secara rinci, konsumsi domestik dan investasi yang kuat akan mendorong percepatan pertumbuhan Indonesia, Filipina, dan Thailand, sementara ekspansi basis industri akan mendongkrak pertumbuhan Vietnam. Adapun Malaysia dan Singapura disebut cenderung akan istirahat dari ekspansi cepat tahun lalu dan menuju potensi pertumbuhan jangka panjang mereka.
Untuk Indonesia, pertumbuhan ekonomi 2018 dan 2019 diprediksi lebih tinggi dibanding tahun lalu yaitu di level 5,3%. Kepala Perwakilan ADB untuk Indonesia Winfried Wicklein mengatakan pertumbuhan tersebut seiring dengan peningkatan investasi.
“Manajemen makroekonomi Indonesia yang kuat dan reformasi struktural telah mendorong momentum investasi,” kata Winfried dalam Konferensi Pers di Jakarta, Rabu (11/4). Reformasi struktural juga diyakini bakal membawa pertumbuhan yang inklusif di Indonesia. (Baca juga: Defisit APBN Ditarget Turun pada 2019, Laju Ekonomi Diramal Melambat)
Meski ADB menilai prospek ekonomi Asia kuat, risiko yang dihadapi memburuk. Perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dengan mitra dagangnya, bisa merusak pertumbuhan perdagangan dunia yang baru-baru ini membaik.
Di sisi lain, bank sentral AS berpotensi menaikkan bunga acuannya lebih cepat dari ekspektasi untuk merespons stimulus fiskal di negara tersebut. Hal itu dapat mengurangi aliran modal ke Asia.
Di luar itu, ada juga risiko dari meningkatnya utang swasta. Riset ADB memperlihatkan dampak positif dari akumulasi utang terhadap perekonomian hanya terjadi dalam jangka pendek.