Penguatan Dolar dan Penurunan Produksi Kerek Harga Jual Telur Ayam
Harga komoditas telur ayam kembali menghadapi kenaikan. Hal tersebut salah satunya dipicu oleh penurunan produksi telur seiring dengan berkurangnya populasi ayam petelur dan mahalnya harga pakan ternak.
Ketua Peternak Layer Ciamis Ade Kusnadi menyatakan pemotongan ayam layer afkir semakin banyak setelah Lebaran. “Harga daging ayam ketika Lebaran sedang bagus sehingga banyak peternak ayam petelur yang memotong ayamnya untuk dijual,” kata Kusnadi kepada Katadata, Rabu (11/7).
Kusnadi menyatakan produksi telur oleh peternak ayam petelur di Ciamis biasanya mencapai 50 ton per hari. Namun, pasca-Lebaran produksinya berkurang menjadi hanya sekitar 40 ton per hari.
Selain itu, biaya produksi telur di peternakan ayam yang tinggi serta sulitnya memperoleh akses pendanaan dari perbankan untuk menambal biaya produksi membuat peternak lebih memilih untuk menjual ayamnya. “Kami kekurangan dana untuk membiayai produksi berikutnya,” ujar Kusnadi.
Penguatan dolar Amerika Serikat (AS) terhadap rupiah juga disinyalir membuat biaya produksi menggemuk.
Ketua Umum Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat Indonesia (Pinsar) Singgih Januratmoko mengatakan kenaikan harga komponen impor dalam pakan ayam sudah terjadi sejak Maret 2018.
Sehingga dia menilai, fenomena produksi telur yang anjlok pasca-Lebaran belum bisa diatasi pemerintah. “Kasus produksi yang fluktuatif harus segera diatasi,” kata Singgih.
Kenaikan harga telur ayam di tingkat konsumen juga turut dirasakan oleh pedagang pasar tradisional. Kenaikan tersebut sedikit lebih tinggi dari harga acuan yang ditetapkan oleh Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 58 Tahun 2018 sebesar Rp 22 ribu per kilogram.