Dalami Kasus Suap Proyek PLTU-1 Riau, KPK Geledah Rumah Sofyan Basir
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah kediaman Direktur Utama PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) (Persero) Sofyan Basir, Minggu (15/7). Pengeledahan ini sebagai tindak lanjut atas penyidikan kasus dugaan suap proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Riau-1.
"Benar, ada penggeledahan di rumah Dirut PLN yang dilakukan sejak pagi ini oleh tim KPK," kata juru bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Minggu (15/7).
Selain kediaman Sofyan, KPK menggeledah empat lokasi lainnya. Empat lokasi itu yakni rumah Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih, kemudian kediaman, kantor, dan apartemen pengusaha swasta sekaligus pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited, Johannes Budisutrisno Kotjo.
Dari penggeledahan, KPK mengamankan dokumen keuangan, serta bahan bukti elektronik yang terkait proyek PLTU Riau-1. Febri mengatakan, saat ini sebagian penggeledehan masih berlangsung. "Kami harap semua pihak bersikap kooperatif terhadap tim KPK yang sedang menjalankan tugasnya," kata dia.
KPK telah menetapkan Eni dan Johannes sebagai tersangka kasus suap proyek PLTU Riau-1. Eni diduga menerima uang suap sebesar Rp 500 juta dari Johannes.
Uang itu diduga merupakan bagian komitmen (commitment fee) 2,5% dari nilai proyek yang akan diberikan Eni dan kawan-kawannya terkait kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1. Ini merupakan transaksi keempat. Total uang yang sudah diterima Eni sekitar Rp 4,8 miliar.
Johannes menyetor uang suap pertama kali Desember 2017 sebesar Rp 2 miliar. Kemudian, Maret 2018 kembali memberikan uang sebesar Rp 2 miliar. Lalu 8 Juni 2018, memberikan sebesar Rp 300 juta."Diduga peran EMS (Eni Maulani Saragih) untuk memuluskan proses penandatanganan kerja sama terkait pembangunan PLTU Riau-1," kata Wakil Ketua KPK Basaria Pandjaitan di kantornya, Sabtu (14/7).
(Baca: Diduga Terima Suap, Anggota DPR Komisi Energi Ditangkap KPK)
Eni disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sementara itu, Johannes melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.